Live Love Laugh

Live Love Laugh

Sunday, March 4, 2012

Ketimpangan antar wilyah dan pendapatan

A. Ketimpangan Antardaerah
Pertumbuhan ekonomi merupakan menu utama pemeringkatan kinerja suatu wilayah dalam proses pembangunan. Fenomena ini menjadi rujukan utama untuk melihat kinerja wilayah, pada prosesnya kenaikan kinerja output pendapatan per kapita per periode menyebabkan terjadi perubahan orientasi wilayah dari small economic growth-middle economic growth sampai pada tahap high economic growth.
Perubahan dari waktu ke waktu ini menjadikan wilayah tersebut mendapat angin segar dalam proses pembangunan dan menyebabkan perubahan kebijakan-kebijaka strategis dalam proses mempertahankannya. seiring perkembangan fiskal barang dan jasa serta kebijakan menuntut kehati-hatian menangani proses pelaksanaan pembangunan. Adapun tuntunan kehati-hatian tersebut mengacu pada:
1. Perkembangan ekonomi global
2. Mempertahankan arus investasi pada beberapa usaha strategis
3. Menjaga stabilitas produksi dan bahan baku
4. Peningkatan kerjasama antarwilayah
5. Menekan dan meminimalisir terjadinya inflasi
Faktor safety tersebut menjadi pertimbangan utama dalam melakukan kajian pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada kajian Harrod-Domar bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengacu pada steady growth, yang berarti pertumbuhan tetap dipertahankan dengan mengacu pada barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal produksi (capital output ratio) tetap nilainya. Leading economic dan stabilitas menjadi kajian Harrod-Domar dengan AE = C+I. Dengan asumsi akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya.
Di Negara maju atau Negara yang sedang akan maju, dengan wilayah satu kesatuan memudahkan dalam proses akses antar kawasan dan wilayah. Dengan aksesibilitas 1 ruang secara administratif akan tercipta homogenitas pembangunan yang ada didalamnya, hal tersebut mengakibatkan proses pembangunan menjadi mudah. Daerah homogen ini selanjutnya akan menyebabkan kemampuan wilayah untuk menjaring tenaga kerja dari berbagai tingkat ilmu dapat terakomodasi. Strategi ini menjadikan wilayah dapat mengakomodasi semua elemen.
Faktor perencanaan dan manajemen pembangunan yang baik akan menyebakan kawasan menjadi kawasan ekonomi strategis seperti halnya Negara kecil Singapura. Merujuk pada wilayah Indonesia yang kepulauan menyebabkan adanya ketimpangan-ketimpangan di sector-sektor tertentu. Ketimpangan tersebut menyakibatkan arus urbanisasi meningkat, ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, pengangguran, ketidakseimbangan SDM, ketidakmerataan penggunaan teknologi, dan aksesibilitas yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang. Merujuk pada pakar ekonomi Harvard Prof Emeritus Adelman dan Morris (1973) berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu wilayah ada 8, yaitu :
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunya pendapatan perkapita
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proposional dengan pertambahan produksi barang-barang,
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah,
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga penngangguran bertambah,
5. Rendahnya mobilitas industri,
6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis,
7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang,
8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.
Kecenderungan tersebut menjadi dasar terjadinya ketimpangan pembangunan pada suatu wilayah ditambah factor lokasi yang berpulau dapat menjadi factor pemikiran utama untuk peningkatan perkembangan ekonomi pada masa yang akan datang.
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Beberapa ahli pembangunan wilayah berpendapat bahwa ketimpangan antar wilayah adalah suatu proses yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari seiring dengan kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi negara, sampai kemudian menurun kembali dengan sendirinya setelah mencapai titik balik (polarization reversal).
Kuznets (1995) dalam penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima (1992) bahwa negara-negara Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan. Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Surna T. Djajadiningrat dan Melia Famiola,Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan,Rekayasa Sains,Jakarta
www.google.com

A. Ketimpangan Antardaerah
Pertumbuhan ekonomi merupakan menu utama pemeringkatan kinerja suatu wilayah dalam proses pembangunan. Fenomena ini menjadi rujukan utama untuk melihat kinerja wilayah, pada prosesnya kenaikan kinerja output pendapatan per kapita per periode menyebabkan terjadi perubahan orientasi wilayah dari small economic growth-middle economic growth sampai pada tahap high economic growth.
Perubahan dari waktu ke waktu ini menjadikan wilayah tersebut mendapat angin segar dalam proses pembangunan dan menyebabkan perubahan kebijakan-kebijaka strategis dalam proses mempertahankannya. seiring perkembangan fiskal barang dan jasa serta kebijakan menuntut kehati-hatian menangani proses pelaksanaan pembangunan. Adapun tuntunan kehati-hatian tersebut mengacu pada:
1. Perkembangan ekonomi global
2. Mempertahankan arus investasi pada beberapa usaha strategis
3. Menjaga stabilitas produksi dan bahan baku
4. Peningkatan kerjasama antarwilayah
5. Menekan dan meminimalisir terjadinya inflasi
Faktor safety tersebut menjadi pertimbangan utama dalam melakukan kajian pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada kajian Harrod-Domar bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengacu pada steady growth, yang berarti pertumbuhan tetap dipertahankan dengan mengacu pada barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal produksi (capital output ratio) tetap nilainya. Leading economic dan stabilitas menjadi kajian Harrod-Domar dengan AE = C+I. Dengan asumsi akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya.
Di Negara maju atau Negara yang sedang akan maju, dengan wilayah satu kesatuan memudahkan dalam proses akses antar kawasan dan wilayah. Dengan aksesibilitas 1 ruang secara administratif akan tercipta homogenitas pembangunan yang ada didalamnya, hal tersebut mengakibatkan proses pembangunan menjadi mudah. Daerah homogen ini selanjutnya akan menyebabkan kemampuan wilayah untuk menjaring tenaga kerja dari berbagai tingkat ilmu dapat terakomodasi. Strategi ini menjadikan wilayah dapat mengakomodasi semua elemen.
Faktor perencanaan dan manajemen pembangunan yang baik akan menyebakan kawasan menjadi kawasan ekonomi strategis seperti halnya Negara kecil Singapura. Merujuk pada wilayah Indonesia yang kepulauan menyebabkan adanya ketimpangan-ketimpangan di sector-sektor tertentu. Ketimpangan tersebut menyakibatkan arus urbanisasi meningkat, ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, pengangguran, ketidakseimbangan SDM, ketidakmerataan penggunaan teknologi, dan aksesibilitas yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang. Merujuk pada pakar ekonomi Harvard Prof Emeritus Adelman dan Morris (1973) berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu wilayah ada 8, yaitu :
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunya pendapatan perkapita
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proposional dengan pertambahan produksi barang-barang,
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah,
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga penngangguran bertambah,
5. Rendahnya mobilitas industri,
6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis,
7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang,
8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.
Kecenderungan tersebut menjadi dasar terjadinya ketimpangan pembangunan pada suatu wilayah ditambah factor lokasi yang berpulau dapat menjadi factor pemikiran utama untuk peningkatan perkembangan ekonomi pada masa yang akan datang.
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Beberapa ahli pembangunan wilayah berpendapat bahwa ketimpangan antar wilayah adalah suatu proses yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari seiring dengan kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi negara, sampai kemudian menurun kembali dengan sendirinya setelah mencapai titik balik (polarization reversal).
Kuznets (1995) dalam penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima (1992) bahwa negara-negara Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan. Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.
Kesenjangan antar daerah yang semakin besar menurut Williamson disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
1. Adanya migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif yang pada umumnya para migran tersebut lebih terdidik, mempunyai ketrampilan yang tinggi dan masih produktif
2. Adanya migrasi kapital antar daerah. Adanya proses aglomerasi pada daerah yang relatif kaya menyebabkan daya tarik tersendiri bagi investor pada daerah lain yang berakibat terjadinya aliran kapital ke daerah yang memang telah terlebih dahulu maju.
3. Adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih besar.
4. Kurangnya keterkaitan antar daerah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari proses pembangunan yang berdampak pada semakin besarnya kesenjangan/ketimpangan yang terjadi



A.1 Ukuran Ketimpangan Pembangunan antar Wilayah
Melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam suatu negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah karena hal ini dapat menimbulkan debat yang berkepanjangan. Adakalanya masyarakat berpendapat bahwa ketimpangan suatu daerah cukup tinggi setelah melihat banyak kelompok miskin pada daerah bersangkutan. akan tetapi ada pula masyarakat merasakan adanya ketimpangan yang cukup tinggi setelah melihat adanya segelintir kelompok kaya ditengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin. perlu diingat disini bahwa , berbeda dengan distribusi pendapatan yang melihat keimpangan antar kelompok masyarakat, ketimpangan pembangunan antar wilayah melihat perbedaan antar wilayah. hal yang dipersoalkan disini bukan antara kelompok kaya dan kelompok miskin, tetapi adalah perbedaan antara daerah maju dan daerah terbelakang.
ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula-mula ditemukan adalah Williamson Index yang digunakan dalam study nya pada tahun 1966. secara ilmu statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah Williamson index muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Berbeda dengan Gini rasio yang lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Williamson Index menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Dengan demikian, formulasi indeks williamson ini secara statistik dapat ditampilkan sebagai berikut :

dimana : yi = PDRB perkapita daerah i
y = PDRB perkapita rata-rata seluruh daerah
fi = jumlah penduduk daerah i
n = jumlah penduduk seluruh daerah
A.2 Perhitungan Indeks Williamson
Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut:
Perhitungan Indeks Williamson :

Data PDRB dan Penduduk Jawa Barat Tahun 2002

Langkah-langkah mencari Indeks Williamson :




A.3 Analisis dari Data
Indeks ketimpangan Williamson yang diperoleh terletak antara 0 (nol) sampai 1 (satu).
• Jika ketimpangan Williamson mendekati o maka ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat adalah rendah atau pertumbuhan ekonomi antara daerah merata.
• Jika ketimpangan Williamson mendekati 1 maka ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat adalah tinggi atau pertumbuhan ekonomi antara daerah tidak merata.
Provinsi jawa barat pada tahun 2002 memiliki ketimpangan williamson sebesar 0,64 ( mendekati 1), maka berdasarkan ketentuan ketimpangan williamson , pada tahun 2002 di provinsi jawa barat terajadi ketimpangan distribusi yang tinggi yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah yang tidak merata.
Faktor-faktor penyebab ketimpangan :
1. Migrasi penduduk produktif yang memiliki skill/terdidik ke daerah-daerah yang telah berkembang, karena disana mereka dapat memperoleh upah/gaji yang lebih besar
2. Investasi cenderung berlaku di daerah yg telah berkembang karena faktor market, dll, dimana keuntungan relatif lebih besar demikian pula risiko kerugian relatif lebih kecil pada umumnya

B. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan adalah gambaran dari sebuah pendistribusian pendapatan masyarakat di suatu daerah/wilayah pada waktu/kurun tertentu. Seperti yang terjadi di negara kita pada jaman orde baru dimana Jakarta, sebagai sentra ekonomi, dalam realitasnya ternyata menggenggam lebih dari 70% uang beredar di Indonesia. Bahkan kurang lebih 80% investasi di Indonesia, baik investasi domestik maupun asing, berlokasi di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).
Kaitan antara kemiskinan dan ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu:
1. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
2. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah. (ini yang paling baik).
3. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
4. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
5. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
6. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya rendah.
7. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.

Untuk mengatasi masalah ini tidak cukup hanya bicara mengenai subsidi untuk masyarakat miskin maupun peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja di Indonesia. Sesungguhnya, persoalan yang terjadi adalah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang tepat dan bersifat struktural. Maksudnya, kebijakan yang diambil tidak hanya menyokong satu sektor saja melainkan pemerataan di seluruh sektor (pertanian, industri, pemabangunan) dan kebijakan itu tidak terpusat di wilayah tertentu saja melainkan kesemua wilayah yang ada sehingga ketimpangan pendapatan bisa dikurangi.
Ketimpangan pendapatan adalah menggambarkan distribusi pendapatan masyarakat di
suatu daerah/wilayah pada waktu/kurun waktu tertentu. Kaitan antara kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan ada beberapa pola yaitu:
1. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi ketimpangan pendapatannya tinggi.
2. Semua anggota masyarakat mempunyai income tinggi (tak ada miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah. (ini yang paling baik).
3. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya tinggi.
4. Semua anggota masyarakat mempunyai income rendah (semuanya miskin) tetapi
ketimpangan pendapatannya rendah.
5. Tingkat income masyarakat bervariasi (sebagian miskin, sebagian tidak miskin
Untuk menentukan tingkat ketimpangan pendapatan terdapat beberapa ukuran yang
digunakan, antara lain:
B.1 Cara Bank Dunia
Income suatu masyarakat diurutkan dari paling rendah ke paling tinggi, lalu income dibagi dalam 3 katagori yaitu:
1) jumlah proporsi yang diterima oleh 40% penduduk lapisan bawah,
2) jumlah proporsi yang yang diterima 40% penduduk lapisan sedang,
3) jumlah proporsi yang diterima 20% penduduk lapisan tinggi
Bank Dunia membuat 3 macam ketimpangan perndapatan yaitu:
1) Ketimpangan pendapatan tinggi (highly inequality).
2) Ketimpangan pendapatan sedang (moderate inequality).
3) Ketimpangan pendapatan rendah (low inequality).
Dari kriteria Bank Dunia dapat dilihat bahwa pendapatan yang diterima oleh lapisan menengah dan lapisan atas tidak diperhatikan. Jadi kalau ada perubahan bagi penerima pendapatan di penduduk lapisan sedang dan lapisan tinggi, maka tidak ada perubahan dalam ketimpangan pendapatan. Tetapi cara Bank Dunia ini cukup mudah dan praktis.
B.2 Dengan Gini Ratio
Ukuran ketimpangan pendapatan yang sering dipakai adalah dengan cara menghitung Gini Ratio (GR). Cara ini memperhatikan seluruh lapisan penerima pendapatan, tetapi cara ini agak lebih sulit.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1) Intervensi jangka pendek, berupa :
• Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
• Manajemen lingkungan dan SDA
• Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
• Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
• Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
2) Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
• Pembangunan/penguatan sektor usaha
• Kerjasama regional
• Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
• Desentralisasi
• Pendidikan dan kesehatan
• Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
• Pembagian tanah pertanian yang merata

B.3 Indeks gini dalam mengukur distribusi pendapatan
Pembangunan ekonomi secara umum, banyak yang mendefinisikan sebagai suatu proses yang akan menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. oleh karena itu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat berdasarkan besarnya kenaikan pendapatan per kapita penduduk. hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pendapatan tersebut didistribusikan kepada penduduk.
Distribusi pendapatan dapat diukur dengan berbagai cara. dalam studi ini pengukuran menggunakan indeks gini. indeks ini merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).
Menurut todaro (2000:188) untuk negara-negara sedang berkembang dapat dinyatakan bahwa distribusi pendapatan sangat tidak merata jika angka indeks gini terletak antara 0,5 sampai dengan 0,7. distribusi pendapatan dengan ketidak merataan sedang, jika angka indeks gini terletak antara 0,36 sampai dengan 0,49. distribusi pendapatan relatif merata jika angka indeks gini antara 0,2 sampai 0,35.
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat morries d morries (kuncoro,2000:25). memperkenalkan physical quality life index (pqli) yang lebih lazim diterjemahkan sebagai indeks mutu hidup. pqli merupakan indeks komposit (gabungan) dari tiga indikator yaitu harapan hidup pada usia satu tahun, angka kematian bayi dan tingkat melek huruf. untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik.
Kinerja suatu negara dalam tingkat harapan hidup, tingkat kematian bayi dan tingkat melek huruf diperingkatkan pada skala antara satu hingga seratus. indeks gabungan atau indeks mutu hidup untuk negara tersebut dapat dihitung dengan merata-ratakan ketiga skor peringkatnya.
Untuk mengetahui pengaruh pendapatan per kapita terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan digunakan data panel dengan model fixed effect. regresi untuk data panel adalah regresi dengan kombinasi antara data runtut waktu time series yang memiliki observasi temporal biasa pada suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu dengan data silang tempat atau suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu dengan observasi atas sejumlah vaiabel. alasan penggunaan data panel ini adalah untuk meningkatkan jumlah observasi (mengatasi masalah keterbatasan jumlah data runtut waktu) dan dengan data panel akan diperoleh variasi antar unit yang berbeda menurut ruang dan variasi yang muncul menurut waktu (kuncoro, 2001:124)

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya!!!!!!