Live Love Laugh

Live Love Laugh

Sunday, September 30, 2012

Manajemen Risiko / Risiko Kredit

BAB II PEMBAHASAN
 A. Konsep Resiko Kredit 1. Pengertian Risiko Kredit Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial. Resiko kredit adalah risiko dimana nasabah / debitur atau counterpart tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak / kesepakatan yang telah dilakukan. Definisi ini dapat diperluas yaitu bahwa risiko kredit adalah risiko yang timbul dikarenakan kualitas kredit semakin menurun. Memang penurunan kualitas kredit dimaksud belum tentu berimplikasi pada terjadinya default, namun paling tidak kemungkinan terjadinya default akan semakin besar. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga): risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi derivatif, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas Bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading book. 2. Hal-Hal yang Termasuk dalam Risiko Kredit • Lending Risk, yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi fasilitas yang telah diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas kredit langsung maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan) • Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak bisa melunasi kewajibannya ke bank baik sebelum tanggal kesepakatan maupun pada saat tanggal kesepakatan. • Issuer Risk, risiko dimana penerbit suatu surat berharga tidak bisa melunasi kepada bank sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank. 3. Ruang Lingkup Risiko Kredit Dengan Jenis Risiko Lainnya Ruang lingkup risiko kredit tidak dapat dipisahkan secara jelas dan tegas dengan jenis risiko lainnya (risiko operasional, risiko pasar dan risiko likuiditas) dan keempat jenis risiko ini saling terkait. Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko pasar terlebih dahulu. Sebagai contoh, nilai kredit nasabah menjadi sangat besar, dikarenakan kredit diberikan dalam dominasi valas dan nilai tukar Rupiah melemah. Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko operasional terlebih dahulu. Sebagai contoh, petugas Bank telah lalai dalam melaksanakan transaksi jaminan dan pengikatannya. B. Credit Risk Management (Manajemen Resiko Kredit) 1. Pengertian dan Konsep Manajemen resiko Kredit Credit Risk Management merupakan suatu proses dimana risiko kredit diidentifikasi, diukur, dan dikelola (termasuk monitoring, controlling dan communication). Proses tersebut sifatnya cyclical, dan dimulai sejak aplikasi kredit diterima oleh Bank, dianalisa, persetujuan, pemantauan, dan penyelamatan. Agar proses pengelolaan risiko kredit tersebut dapat berjalan secara efisien diperlukan infrastruktur pendukung, yaitu: Kebijakan, Organisasi, Sistem Informasi, dan Risk Modelling. Kebanyakan pemberi pinjaman menggunakan cara penilaian kelayakan kredit mereka masing-masing guna membuat peringkat risiko konsumen lalu kemudian mengaplikasikannya terhadap strategi bisnis mereka. Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang berisiko tinggi dan sebaliknya. Pada pinjaman berulang seperti pada kartu kredit dan overdraft, risiko ini dikontrol dengan cara penetapan batasan kredit yang seksama. Beberapa produk mensyaratkan adanya jaminan yang biasanya dalam bentuk properti. Joel Bessis menyatakan, Manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit itu sendiri. Sedangkan menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia), dinyatakan bahwa proses Manajemen Risiko Bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistim informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. Stanley Fisher, menyatakan pengukuran diperlukan untuk memperbaiki manajemen risiko dan mengurangi vulnerability, yang harus dilakukan sebagai bagian penting dalam strategi regional jangka panjang. Kehati-hatian dan pengawasan sistim diperlukan agar dapat bertindak cepat dalam mengantisipasi pertumbuhan pasar yang cepat. 2. Perbedaan Antara Konsep Manajemen Risiko Kredit Yang Lama Dan Yang baru Sebagaimana penjelasan Herman Prins, Manajemen Risiko Kredit merupakan tindakan pro-active, yang lebih menekankan pada manajemen portofolio kredit, active balance sheet, dan kuantitas risiko kredit, sehingga dapat diperoleh model risiko atas capital intensive model serta risk return yang optimal, untuk mendapatkan nilai yang maksimal. Sebaliknya, pada Manajemen Risiko Kredit yang lama, tindakan berupa re-active, yang lebih menekankan penilaian CAMELS (Capital, Assets, Management, Equity, Liquidity and Sensitivity), review secara periodik, laporan risiko secara periodik, laporan atas konsentrasi risiko, besar exposure, tanggal jatuh tempo dan ekses limit. Berdasarkan pengertian tersebut, dengan menggunakan pola baru, diharapkan Bank lebih dapat memperhitungkan risiko, karena telah diperkirakan sejak sebelum penilaian terhadap aplikasi kredit yang dilakukan. 3. Interaksi Risiko dan Pendapatan

 BAB I PENDAHULUAN Eddie Cade menyatakan, bahwa definisi risiko berbeda-beda, tergantung pada tujuannya. Definisi risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang Bank adalah, exposure terhadap ketidakpastian pendapatan. Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Risiko Bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI), risiko bisnis Bank adalah risiko yang berkaitan dengan pengelolaan usaha Bank sebagai perantaraan keuangan. Sebagai lembaga financial intermediary yang menerima dana masyarakat, dan selanjutnya menyalurkan kembali dalam bentuk kredit, menyebabkan bank harus menerapkan prinsip kehatian-hatian dalam melakukan aktivitas operasionalnya agar bank tetap menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat (prudential banking activity). Penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank diantaranya diimplementasikan melalui kemampuan bank untuk mengelola portfolio kredit yang dimiliki sehingga risiko yang berpotensi untuk terjadi (credit risk) dapat diukur dan dikontrol. Mengingat saat ini kredit merupakan asset yang paling besar yang dikelola bank, dan juga merupakan konstributor yang paling dominan terhadap pendapatan bank. Resiko kredit terjadi jika counterpary (pihak lain dalam traksaksi bisnis kita) tidak bisa memenuhi kewajibannya (wanprestasi). Resiko kredit menjadi semakin penting karena akhir-akhir ini banyak peristiwa gagal bayar yang dialami oleh perusahaan-perusahaan domestik, luar negeri, bahkan negara sekalipun. Sebagai contoh pada tahun 1980-an pinjaman yang diberikan kepada negara berkembang (seperti negara amerika latin) mengalami masalah sehingga mendorong bank-bank yang memberi pinjaman mengalami kesulitan. Pada saat krisis ekonomi, tingkat bunga yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang melambat membuat persoalan resiko kredit menjadi semakin lebih serius. BAB II PEMBAHASAN Konsep Resiko Kredit Pengertian Risiko Kredit Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial. Resiko kredit adalah risiko dimana nasabah / debitur atau counterpart tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak / kesepakatan yang telah dilakukan. Definisi ini dapat diperluas yaitu bahwa risiko kredit adalah risiko yang timbul dikarenakan kualitas kredit semakin menurun. Memang penurunan kualitas kredit dimaksud belum tentu berimplikasi pada terjadinya default, namun paling tidak kemungkinan terjadinya default akan semakin besar. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga): risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi derivatif, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas Bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading book. Hal-Hal yang Termasuk dalam Risiko Kredit Lending Risk, yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi fasilitas yang telah diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas kredit langsung maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan) Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak bisa melunasi kewajibannya ke bank baik sebelum tanggal kesepakatan maupun pada saat tanggal kesepakatan. Issuer Risk, risiko dimana penerbit suatu surat berharga tidak bisa melunasi kepada bank sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank. Ruang Lingkup Risiko Kredit Dengan Jenis Risiko Lainnya Ruang lingkup risiko kredit tidak dapat dipisahkan secara jelas dan tegas dengan jenis risiko lainnya (risiko operasional, risiko pasar dan risiko likuiditas) dan keempat jenis risiko ini saling terkait. Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko pasar terlebih dahulu. Sebagai contoh, nilai kredit nasabah menjadi sangat besar, dikarenakan kredit diberikan dalam dominasi valas dan nilai tukar Rupiah melemah. Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko operasional terlebih dahulu. Sebagai contoh, petugas Bank telah lalai dalam melaksanakan transaksi jaminan dan pengikatannya. Credit Risk Management (Manajemen Resiko Kredit) Pengertian dan Konsep Manajemen resiko Kredit Credit Risk Management merupakan suatu proses dimana risiko kredit diidentifikasi, diukur, dan dikelola (termasuk monitoring, controlling dan communication). Proses tersebut sifatnya cyclical, dan dimulai sejak aplikasi kredit diterima oleh Bank, dianalisa, persetujuan, pemantauan, dan penyelamatan. Agar proses pengelolaan risiko kredit tersebut dapat berjalan secara efisien diperlukan infrastruktur pendukung, yaitu: Kebijakan, Organisasi, Sistem Informasi, dan Risk Modelling. Kebanyakan pemberi pinjaman menggunakan cara penilaian kelayakan kredit mereka masing-masing guna membuat peringkat risiko konsumen lalu kemudian mengaplikasikannya terhadap strategi bisnis mereka. Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang berisiko tinggi dan sebaliknya. Pada pinjaman berulang seperti pada kartu kredit dan overdraft, risiko ini dikontrol dengan cara penetapan batasan kredit yang seksama. Beberapa produk mensyaratkan adanya jaminan yang biasanya dalam bentuk properti. Joel Bessis menyatakan, Manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit itu sendiri. Sedangkan menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia), dinyatakan bahwa proses Manajemen Risiko Bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistim informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. Stanley Fisher, menyatakan pengukuran diperlukan untuk memperbaiki manajemen risiko dan mengurangi vulnerability, yang harus dilakukan sebagai bagian penting dalam strategi regional jangka panjang. Kehati-hatian dan pengawasan sistim diperlukan agar dapat bertindak cepat dalam mengantisipasi pertumbuhan pasar yang cepat. Perbedaan Antara Konsep Manajemen Risiko Kredit Yang Lama Dan Yang baru Sebagaimana penjelasan Herman Prins, Manajemen Risiko Kredit merupakan tindakan pro-active, yang lebih menekankan pada manajemen portofolio kredit, active balance sheet, dan kuantitas risiko kredit, sehingga dapat diperoleh model risiko atas capital intensive model serta risk return yang optimal, untuk mendapatkan nilai yang maksimal. Sebaliknya, pada Manajemen Risiko Kredit yang lama, tindakan berupa re-active, yang lebih menekankan penilaian CAMELS (Capital, Assets, Management, Equity, Liquidity and Sensitivity), review secara periodik, laporan risiko secara periodik, laporan atas konsentrasi risiko, besar exposure, tanggal jatuh tempo dan ekses limit. Berdasarkan pengertian tersebut, dengan menggunakan pola baru, diharapkan Bank lebih dapat memperhitungkan risiko, karena telah diperkirakan sejak sebelum penilaian terhadap aplikasi kredit yang dilakukan. Interaksi Risiko dan Pendapatan Beberapa risiko kredit tak dapat dihindari, karena tanpa risiko tidak akan ada pendapatan. Bank dapat mengkompensasikan dengan mengatur, bahwa pemberian kredit yang mempunyai risiko tinggi harus diimbangi dengan pendapatan yang lebih tinggi, dengan suku bunga di atas normal. Namun, pemberian putusan kredit harus dapat dijamin, apakah akan lebih banyak memberikan kredit dengan tingkat pendapatan dan pengembalian tinggi, atau terlalu berisiko, karena dapat mengakibatkan risiko potensial dalam bisnis. Manajeman Risiko Kredit akan membantu dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima, dengan membuat sistim, guna menentukan risiko yang dapat diterima sebelum kredit diberikan, sehingga dapat diketahui apakah sebaiknya semua permintaan kredit akan diterima atau ditolak. Sekali kredit diberikan, kondisi dari nasabah harus dapat dipantau, dan bilamana terjadi tanda-tanda kemunduran terhadap posisi nasabah akan dapat diketahui, sehingga risiko kemungkinan pembayaran terlambat dapat diantisipasi secara dini (Bryan Coyle,2000). Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum mengatur agar masing-masing Bank menerapkan Manajemen Risiko sebagai upaya meningkatkan efektivitas prudential banking. Konsep Manajemen Risiko yang terintegrasi, diharapkan mampu memberikan suatu sort and quick report kepada Board of Director guna mengetahui risk exposure yang dihadapi Bank secara keseluruhan. Risiko Pemberi Pinjaman Atas Bisnis Debitur akan menawarkan biaya / keuntungan dari suatu pinjaman berdasarkan dari risiko dan suku bunga yang dikenakan, namun suku bunga ini bukan hanya satu-satunya metode kompensasi untuk risiko yang dihadapi. Perlindungan tambahan dalam bentuk pembatasan sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pemberi pinjaman (kreditur) atas peminjam (debitur) yaitu misalnya dalam bentuk : Pembatasan terhadap debitur atas tindakan-tindakan yang dapat memengaruhi keuangan debitur misalnya melakukan pembelian kembali saham, melakukan pembayaran deviden, atau melakukan peminjaman baru. Kewenangan untuk melakukan pengawasan atas utang dengan cara mensyaratkan adanya audit dan laporan keuangan bulanan. Hak kepada kreditur untuk meminta pelunasan seketika atas utang yang diberikannya apabila terjadi suatu peristiwa khusus ataupun apabila rasio keuangtan seperti utang / ekuiti menurun. Saat ini terdapat inovasi untuk melindungi kreditur dan pemegang obligasi terhadap risiko gagal bayar yaitu dalam bentuk kredit derivatif yang dikenal dengan istilah credit default swap. Dengan kontrak keuangan ini maka perusahaan dimungkinkan untuk membeli suatu perlindungan (proteksi) terhadap risiko gagal bayar dari pihak ketiga selaku penjual perlindungan. Penjual perlindungan ini memperoleh imbal jasa secara periodik sebagai bentuk kompensasi atas risiko yang diambil alih olehnya yaitu dalam bentuk kesepakatan untuk membeli tagihan tersebut apabila terjadi gagal bayar. Risiko Yang Dihadapi Oleh Bisnis Perusahaan menghadapi "risiko kredit" dalam hal misalnya perusahaan tidak menerima "pembayaran dimuka" secara tunai untuk produk atau jasa yang dijualnya. Dengan melakukan penyerahan barang atau jasa di depan dan menagih pembayaran kelak maka perusahaan menanggung suatu risiko selama tenggang waktu penyerahan barang atau jasa dengan waktu pembayaran. Beberapa perusahaan memiliki departemen risiko kredit yang bertugas untuk menilai kesehatan finansial dari konsumennya guna memutuskan pemberian kredit lebih lanjut atau tidak. Dalam hal ini dapat juga digunakan jasa pihak ketiga yaitu perusahaan yang menyediakan jasa dibidang penilaian kredit dengan memberikan peringkat kredit seperti misalnya Moody's, Standard & Poor's, Fitch Ratings dan lainnya yang menyediakan informasi berbayar. Risiko kredit ini tidak dengan sungguh-sungguh dikelola oleh perusahaan kecil yang hanya memiliki 1 atau 2 konsumen saja, sehingga perusahaan ini sangat rentan terhadap masalah gagal bayar atau keterlambatan pembayaran oleh konsumennya. Risiko yang dihadapi individu Konsumen dapat menemui risiko kredit dalam bentuk langsung misalnya sebagai deposan di bank atau sebagai debitur. Mereka dapat juga menghadapi risiko kredit sewaktu melakukan transaksi dagang dengan cara penyerahan uang muka kepada mitra pengimbang misalnya untuk melakukan pembelian rumah atau penyewaan rumah. Karyawan dari suatu perusahaan juga amat tergantung pada kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran gaji juga termasuk yang menghadapi risiko kredit dalam stausnya sebagai karyawan. Pada beberapa kasus, pemerintah menyadari bahwa kemampuan para individu ini untuk melakukan evaluasi atas risiko kredit sangat terbatas dan risiko ini dapat mengurangi efisiensi ekonomi sehingga pemerintah melakukan berbagai mekanisme dan langkah hukum guna melindungi konsumen terhadap risiko ini. Deposito bank pada beberapa negara dijamin dengan asuransi (hingga batasan nilai tertentu) untuk deposito individu / perorangan, yang secara efektif akan mengurangi risiko kredit mereka terhadap bank dan meningkatkan kepercayaan mereka menggunakan jasa perbankan. Pengukuran Resiko Kredit Penilaian Kualitatif Dalam dunia perbankan sering menggunakan kerangka 3R dan 5C. Kerangka tersebut bisa dipakai untuk menganalisis resiko kredit yang dihadapi oleh perusahaan. Pedoman 3R dapat dijelaskan sebagai berikut : Return Berkaian dengan hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang diminta, apakah kredit tersebut bisa menghasilkan return yang memadai untuk melunasi hutang dan bunganya. Repayment Capacity Berkaitan dengan kemampuan perusahaan mengembalikan pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo. Risk bearing ability Berkaitan dengan kemampuan perusahaan menanggung risiko gagal atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit tersebut. Pedoman 5C adalah sebagai berikut : Character, menunjukkan kemauan debitur (peminjam) untuk memenuhi kewajibannya. Kemauan tersebut lebih berkaitan dengan sifat dan watak peminjam. Capasity, adalah kemampuan peminjam untuk melunasi kewajiban hutangnya, melalui pengelolaan perusahaannya dengan efektif dan efisien. Jika peminjam bisa mengelola perusahaannya dengan baik, perusahaan bisa memperoleh keuntungan maka kemungkinan bisa mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi. Capital adalah posisi keuangan perusahaan secara keseluruhan. Kondisi keuangan bisa dilihat dari analisis keuangan seperti analisis rasio. Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan komposisi hutang dengan modal sendiri. Collateral adalah aset yang dijaminkan (dijadikan agunan) untuk suatu pinjaman. Jika karena suatu hal pinjaman tidak bisa dikembalikan, jaminan bisa dijual untuk menutupi pinjaman tersebut. Conditions adalah sejauh mana kondisi perekonomian akan mempengaruhi kemampuan pengembalian pinjaman. Penilaian Kuantitatif Rating Perusahaan Rating menunjukkan tingkat resiko perusahaan. Melalui Rating, calon pembeli obligasi diharapkan memperoleh gambaran mengenai resiko perusahaan yang akan menerbitkan surat hutang tersebut. Perusahaan tidah harus memperoleh Rating tersebut (kecuali kalau disyaratkan), dan ketika rating tersebut diterbitkan perusahaan mempuanyai opsi untuk tidak menerbitkannya. Tapi resikonya calon pembeli tidak percaya terhadap perusahaan yang tidak mempunyai rating. Contoh klasifikasi rating yang diberikan oleh S&P dan Moodys : Rating Keterangan AAA Instrumen hutang dengan resiko sangat rendah, tingkat pengembalian teramat baik, perubahan kondisi keuangan, bisnis atau ekonomi tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko investasi. AA Instrumen hutang dengan resiko sangat rendah. Tingkat pengembalian yang sangat baik; perubahan pada kondisi keuangan, bisnis atau ekonomi barangkali akan berpengaruh terhadap risiko investasi, tapi tidak terlalu besar. A Pengembalian hutang dengan resiko rendah. Tingkat pengembalian yang baik, meskipun perubahan pada kondisi keuangan, bisnis atau ekonomi akan meningkatkan resiko investasi. BBB Tingkat pengembalian yang memadai. Perubahan pada kondisi keuangan, bisnis, ekonomi mempunyai kemungkinan besar meningkatkan resiko investasi dibandingkan dengan kategori yang lebih tinggi. BB Investasi. Perusahaan mempunyai kemampuan membayar bunga dan pokok pinjaman, tetapi kemampuan tersebut rawan terhadap perubahan pada kondisi ekonomi, bisnis dan keuangan. B Instrumen hutang saat ini mengandug resiko investasi. Tingkat pengembalian tidak terlindungi secara memadai terhadap kondisi ekonomi, bisnis dan keuangan. C Instrumen keuangan yang bersifat spekulatif dengan kemungkinan besar bangkrut D Instrumen keuangan sedang dafault/bangkrut Contoh tingkat kebangkrutan untuk kategori rating yang dikeluarkan oleh moody’s 1 tahun sampai 5 tahun sesudah obligasi dikeluarkan (%). Tahun 1 2 3 4 5 Aaa Marjinal Kumulatif 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,07 0,07 0,16 0,23 Aa1 Marjinal Kumulatif 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,31 0,31 0,00 0,31 Sebagai conoh untuk rating AAA, pada tahun sesudah obligasi dikeluarkan (rating juga dikeluarkan), tidak ada perusahaan yang mengalami kegagalan bayar. Empat tahun setelah obligasi dikeluarkan ada perusahaan mengalami kegagalan bayar sebesar 0,07%, sehingga kumulatifnya 0,07%. Pada tahun kelima terjadi kegagalan bayar sebesar 0,16% maka kumulatifnya menjadi 0,23%. Model Skoring Kredit Model skoring kredit pada dasarnya ingin melihat resiko kredit berdasarkan skor tertentu. Model Diskriminan Analisis diskriminan pada dasarnya ingin melihat apakah suatu perusahaan sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori tertentu. Contohnya kategori gagal bayar dan tidak gagal bayar. Sebagai contoh, berikut ini fungsi diskriminan yang diestimasi oleh penelitian Altman (1968): Z = 1.2X1 + 1.4X2 + 3.3X3 + 0.6X4 + 1.0X5 Dimana : X1 = Rasio modal kerja/Total aset X2 = Rasio laba yang ditahan/Total aset X3 = Rasio laba sebelum bunga dan pajak/Total aset X4 = Rasio nilai pasar saham/Nilai buku saham X5 = Rasio penjualan/Total aset Perluasan model Altman supaya bisa digunakan untuk perusahaan non-publik Z = 0.717X1 + 0.847X2 + 3.107X3 + 0.420X4 + 0.998X5 Dimana: X1 = Rasio modal kerja/Total aset X2 = Rasio laba yang ditahan/Total aset X3 = Rasio laba sebelum bunga dan pajak/Total aset X4 = Rasio nilai pasar saham preferen dan saham biasa/Nilai buku total hutang X5 = Rasio penjualan/Total aset Cut off Rate Model Diskriminan Model Pasar Model Nilai Buku Batas tidak bangkrut Batas bangkrut Wilayah abu-abu 2.99 1.81 1.81-2.99 2.90 1.20 1.20-2.90 Contoh : X Y Rasio modal kerja/Total aset Rasio laba yang ditahan/Total aset Rasio laba sebelum bunga dan pajak/Total aset Rasio nilai pasar saham/Nilai buku saham Rasio penjualan/Total aset 0.25 0.1 0.1 2 2 0.005 0.01 -0.2 1.2 1.25 Zx = 1.2 (0.25) + 1.4 (0.1) + 3.3 (0.1) + 0.6 (2) + 1.0 (2) = 3.97 Zy = 1.2 (0.005) + 1.4 (0.01) + 3.3 (-0.2) + 0.6 (1.2) + 1.0 (1.25) = 1.33 Karena nilai Z untuk X diatas batas bangkrut (3.97 > 2.99), maka Altman memprediksi bahwa perusahaan X tidak bangkrut. Sebaliknya nilai Z untuk perusahaan Y dibawah batas bangkrut (1.33 < 1.81), maka Altman memprediksi bahwa perusahaan Y akan mengalami kebangkrutan. Model Probabilitas Linear Model ini digunakan untuk melihat seberapa besar kemungkinan gagal bayar dari perusahaan tersebut. Langkah pertama kita mengestimasi persamaan untuk model probabilitas, variabel gagal bayar menjadi variabel terikat (dependent), perusahaan yang gagal bayar diberi kode 0 dan yang tidak gagal bayar diberi kode 1, kumpulkan data untuk variabel bebas (independent), kemudian lakukan estimasi dengan teknik regresi linear. Contoh: Z = 0.2 + 1.3X1 + 0.5X2 Dimana : X1 = rasio modal kerja/total aset X2 = rasio laba sebelum bunga dan pajak/total aset Contoh menganalisis potensi gagal bayar tiga perusahaan dengan informasi sbb : A B C Total aset Rp 100 miliar Rp 50 miliar Rp 100 miliar Modal kerja Rp 40 miliar Rp 5 miliar Rp 50 miliar Laba sebelum bunga dan pajak Rp 40 miliar -Rp 2.5 miliar Rp 40 miliar X1 0.4 0.1 0.5 X2 0.4 -0.05 0.4 Probabilitas tidak gagal bayar bisa dihitung dengan : ZA = 0.2 + 1.3 (0.4) + 0.5 (0.4) = 0.92 ZB = 0.2 + 1.3 (0.1) + 0.5 (-0.05) = 0.305 Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa probabilitas untuk lancar perusahaan A dan B adalah 0.92 dan 0.305. perusahaan A mempunyai resiko kredit yang lebih rendah dari perusahaan B. Kelemahan probabilitas linear adalah ada kemungkinan probabilitas yang dihitung diluar wilayah nol dan 1. Contoh untuk perusahaan C : ZC = 0.2 + 1.3 (0.5) + 0.5 (0.4) = 1.05 Angka ini lebih besar dari 1 padahal nilai maksimum adalah 1. Untuk menghindari kemungkinan seperti itu, maka dapat digunakan teknik regresi logit, dimana variabel depedent dipaksa untuk berada diwilayah 0 dan 1. Model Probabilitas Logit Logit (Y) = log {(Y / (1-Y))} = α + β1X1 + β2X2 Misalkan kita mengestimasi probabilitas kebangkrutan dengan menggunakan model logit. Sebagai variabel dependen adalah kebangkrutan dengan nilai = 1jika perusahaan tidak bangkrut dan 0 jika perusahaan mengalami kebangkrutan. Variabel independen adalah rasio keuangan. Contoh dari soal sebelumnya maka, YA = exp{ 0.2 + 1.3(0.4) + 0.5(0.4)}/{1+exp{0.2 + 1.3(0.4) + 0.5(0.4)}} = 0.715 YB = exp{ 0.2 + 1.3(0.1) + 0.5(-0.05)}/{1+exp{0.2 + 1.3(0.1) + 0.5(-0.05}} = 0.576 YC = exp{ 0.2 + 1.3(0.5) + 0.5(0.4)}/{1+exp{0.2 + 1.3(0.5) + 0.5(0.4}} = 0.746 Hasil diatas menunjukkan bahwa probabilitas lancar perusahaan C paling tinggi. RAROC (Risk Adjusted Return On Capital) Ide dari RAROC adalah membandingkan tingkat keuntungan dengan modal yang beresiko. Pembanding tersebut bukannya total dana yang digunakan untuk mendanai pinjaman tertentu. Argumen yang diajuka adalah karena kerugian yang tidak diharapkan, jika terjadi akan dibebankan terhadap modal, sehingga lembaga keuangan atau kreditur akan menghapuskan sebagian modalnya sebagai akibat kerugian tersebut. Formula untuk RAROC : RAROC=(pendapatan dari pinjaman pertahun)/(modal yang beresiko (capital at risk)) Contoh : Suatu bank sedang mengevaluasi portofolio kredit dengan nilai nominal sebesar $1 miliar. Kupon bunga adalah 9% (bank akan memperoleh bunga pertahunnya sebesar $90 jt. Modal ekonomi untuk kredit tersebut diperkirakan $75 juta (7,5% dari nominal pinjaman). Misalkan dana untuk pinjaman tersebut diperoleh dengan menerbitkan deposito dengan tingkat bunga 6%. Modal sebesar $75 juta ditambahkan sebagai modal yang diinvestasikan disurat berharga pemerintah dengan tingkat bunga 6,5% pertahun (bank akan memperoleh bunga sebesar $4,9 juta = 6,5% x $75 juta). Bank tersebut mempunyai biaya operasional sebesar$15 juta pertahun dan kerugian yang diharapkan dari portofolio tersebut 1% pertahun (yaitu $10 juta). RAROC = (90+4,9-60-15-10)/75 = 13,2% Angka tersebut kemudian dibandingkan dengan tingkat keuntungan minimal yang disyaratkan oleh bank tersebut. Salah satu kesulitan dalam perhitungan RAROC adalah penentuan capital at risk. Capital at risk pada dasarnya adalah modal yang terekspos terhadap resiko kredit. Contohnya lembaga keuangan meminjamkan Rp1 miliar. Dari analisis diperkirakan ada kerugian yang tidak terduga sebesar Rp100 juta. Dalam contoh tersebut, capital at risk adalah 100 juta. Jika terjadi kerugian sebesar itu maka modal akan dihapus sebesar 100 juta. Misalkan lembaga keuangan memberikan pinjaman kepada perusahaan sebesar 100juta, maka aset berbobot resiko dihitung sebagai 100% x 100 juta = 100 juta. Jika bank disyaratkan memegang 8% sebagai modal, maka bank tersebut akan memegang 8 juta. Dalam hal ini capital at risk adalah 8 juta. Alternatif lain untuk melihat resiko perubahan tingkat bunga adalah : ΔL / L = -DL {ΔR / (1-R)} Dimana : ΔL = eksposur resiko modal L = nilai loan DL = durasi pinjaman ΔR = perubahan premi kredit Dalam formula diatas, perubahan tingkat bunga terjadi karena perubahan resiko atau rating obligasi. Perubahan rating mengakibatkan perubahan tingkat bunga yang disyaratkan dan selanjutnya mengakibatkan perubahan harga obligasi. Mortality Rate Mortality Rate menghitung persentase kebankrutan yang terjadi untuk kelas resiko tertentu. Mortality Rate dihitung dengan menggunakan data historis. Marginal Mortality rate untuk tahun 1 dan 2 dapat dihitung dengan rumus : MMR1=(total nilai obligasi yang default pada tahun 1)/(total nilai obligasi yang beredar pada tahun pertama penerbitan) MMR2 =Total nilai obligasi yang default pada tahun kedua / total nilai obligasi yang beredar pada tahun ke-2 setelah penerbitan disesuaikan dengan default, pelunasan, jatuh tempo dan pelunasan dari sinking fund Untuk tahun berikutnya digunakan cara yang sama untuk menghitung MMR. Jumlah obligasi yang beredar pada tahun berikutnya cenderung mengalami penurunan karena ada sebagian dari obligasi yang default, dilunasi, dan sebagainya. MMR cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga kurva MMR akan cenderung mempunyai slop yang positif. Penurunan Resiko Kredit Menggunakan Term Structure Term Structure menunjukkan hubungan antara jangka waktu dengan yield surat berharga. Biasanya kurva tersebut mempunyai slope yang positif. yield obligasi perusahaan 20% 12% obligasi pemerintah 10% 9% Tahun 1 Tahun 2 Jangka waktu Slope yang positif menandakan bahwa yield obligasi dengan jangka waktu yang lebih panjang akan lebih besar. secara intuitif hasil semacam itu masuk akal, karena obligasi dengan jangka waktu lebih lama akan beresiko. Perhatikan juga bahwa yield untuk obligasi perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan yield untuk obligasi pemerintah. Hal ini dikarenakan resiko default obligasi perusahaan lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah. Logikanya kita bisa menghitung premi resiko default melalui kurva yield. Pada kondisi pasar sempurna, tidak ada kesempatan arbitrasi, maka tingkat keuntungan yang diharapkan untuk obligasi perusahaan akan sama dengan tingkat keuntungan yang diharapkan untuk obligasi pemerintah. (1+ Rf) = pi (1+ Ri) Di mana :Rf = Yield obligasi pemerintah Ri = yield obligasi perusahaan Pi = probabilitas obligasi perusahaan bertahan Pi = (1-0,09)/(1+0,12) = 0,97 Probabilitas default tahun pertama = 1-0,97 = 0,03 = 3% Dengan demikian, berdasarkan data yield curve, disimpulkan bahwa pasar memperkiraka obligasi perusahaan akan default dengan probabilitas 3%. Untuk ahun kedua dengan cara yang sama kita bisa menghitung pi berikut ini : Pi = (1-0,1)/(1+0,2) = 0,92 Tetapi yang kita cari adalah probabilitas tahun kedua bertahan, jika tahun pertama bertahan Pi = (0,97)(0,92)=0,89 Probabilitas default tahun kedua = 1-0,89=0,11 Dengan demikian probabilitas default kumulatif sampai tahun kedua adalah 11%. Perusahaan bisa mengalami default dari saat ini sampai dua tahun mendatang sebesar 11% Dalam beberapa situasi, kita juga ingin menghitung probabilitas default marginal, yaitu probabilitas default pada tahun kedua. Dalam hal ini harus menghitung tingkat bunga forward di th ke dua. Tingkat bunga forward tahun kedua tersebut tidak bisa diobservasi langsung sehingga harus dihitung secara tidak langsung. Untuk tingkat bunga obligasi pemerintah, dalam kondisi tidak arbitrase tingkat keuntungan investasi obligasi jangka waktu dua tahun akan sama dengan tingkat keuntungan investasi obligasi tahun pertama, dan dilanjutkan tahun kedua, seperti berikut ini. (1 + R2)2 = (1 + R1)(1 + f2) (1 + 0,1)2 = (1+ 0,09)(1+f2) f2=11% Dengan cara yang sama kita bisa menghitung tingkat bunga forward perusahaan pada tahun kedua F2 = (1 + 0,2)2/ (1 + 0,12) – 1 = 0,29 = 29% Probabilitas bertahan untuk dan default marginal pada tahun kedua adalah Pi = (1+0,11)/(1+0,29)=0,86 Probabilitas default tahun kedua (marginal) = 1-0,86 = 0,14=14% Credit Metrics Credit metric merupakan alat pengukuran resiko kreditdengan mengunakan kerangka value at risk,sehingga volatilitas resiko kredit(resiko yang tidak bisa diperkirakan) bias di perhitungkan. Ada dua masalah jika kita menggunakan keranggaka VAR (yang bias menggunakan untuk menggukur resiko pasar) untuk resiko kredit,yaitu distribusi yang tidak normal dan perhitungan korelasi. Credit Metrics untuk Aset Individual Misalnya kita akan menganalisis risiko kredit untuk dua obligasi,yaitu obligasi dengan rating BBB dan rating A. kita ingin menghitung resiko kredit kedua asset tersebut dengan menggunakan kredit metrics. Obligasi BBB mempunyai jangka waktu lima tahun dengan kupon bunga 6%, nilai nominal $100,masuk dalam katagori senior unsecured(tanpa jaminan).obligasi A mempunyai jangka waktu lima tahun dengan kupon bunga 5%,nilai nominal $100 dan masuk dalam kategori senior unsecured juga.Kita akan menghitung risiko kredit untuk obligasi BBB lebih dahulu.langkah pertama adalah mengumpulkan informasi mengenai perpindahan rating(rating migration) seperti terlihat pada table berikut: Rating Migration BBB A AAA 0,02 0,09 AA 0,33 2,27 A 5,95 91,05 BBB 86,93 5,52 BB 5,3 0,74 B 1,17 0,6 CCC 0,12 0,01 Default 0,18 0,06 Table tersebut menunjukkan untuk obligasi dengan rating BBB ada probabilitas 86,93% obligasi tersebut akan tetap mempunyai rating BBB tahun depan. Ada probabilitas 5,95% obigasi tersebut akan di-upgarade mnjadi rataing A. ada probabilitas sebesar 0,18 % obligasi tersebut akan mengalami default. Informasi perpindahan reting bias diperoleh melalui data historis yang dikumpulkan oleh perusahaan pe-rating(S&P Moodys). Jika rating suatu obligasi berubah,maka nilai obligasi tersebut akan berubah. Perubahan tersebut terjadi karena tingkat keuntungan yang disyaratkan (yang akan dipakai sebagai discount rate)berubah. Jka rating semakin baik,maka discount rate tersebut akan menurut,dan akan mengakibatkan kenaikan harga begitu pula ssebaliknya. Misalnya kita mempunyai informasi forward zero curve untuk empat tahun keepan berdasarkan kategori risiko adalah : Forward Rate Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 AAA 3,6 4,17 4,73 5,12 AA 3,65 4,22 4,78 5,17 A 3,72 4,32 4,98 5,32 BBB 4,1 4,67 5,25 5,63 BB 5,55 6,02 6,78 7,27 B 6,05 7,02 8,03 8,52 CCC 15,05 15,02 14,03 13,52 Pada tahun 1, tingkat bunga satu tahun yang berlaku untuk obligasi dengan rating AAA adalah 33,6%. Untuk tahun kedua tingkat bunga satu tahun untuuk obligasi tersebut diperkirakan 4,17%. Perhatikan bila tingkat bunga tersebut semakin besar jika rating obligasi semakin turun (jelek). Tingkat bunga tersemut mengalami kenaikan dari tahun ketahun, yang menandakan yield curve yang mempunyai slope positif. Tingkat bunga tersebut tidak harus sselalu naik setiap tahunnya. Selanjutnya kita menghitung nilai pasar yang baru jika obligasi BBB yang akan kita evaluasi itu di upgrade atau di downgrade.sebagai contoh jika obligasi tersebut di-upgrade menjadi rating A,berapa nilai obligasi itu pada akhir tahun daepan (sebelum terima kupon bunga)? V = 6 +6/(1+3,72%)+6/(1+4,32%)2+6/(1+4,98%)3+106/(1+5,32%)4 =108,66 Perhatikan bahwa discount rate memakai tingkat bunga yang berlaku untuk kategori rating tersebut. Dengan cara yang sama, nilai obligasi untuk situasi upgrade atau downgrade bias dihitung. Selanjutnya kita juga ingin mengestimasi nilai obligasi jika terjadi default(perusahaan gagal bayar). Untuk kategori tersebut tidak ada forward rate untuk perusahaan yang gagal bayar. Karena itu kta perlu mengestimasi nilai obligasi jika oblligasi tersebut mengalami gagal bayar. Estimasi semacam ini bias di estimasi melalui data historis,seperti berikut : Nilai Obligasi Pada Saat Kebangkrutan Seniority Class Mean Standar deviasi Senior Secured 53,8 26,86 Senior Unsecured 51,13 25,45 Senior Suboordinated 38,52 23,81 Subordinated 32,74 20,18 Junior subordinated 17,09 10,9 Table diatas menunjukkan jika obligasi jenis senior secured (jaminan) mengalami default, pemegang saham tersebut bias memperoleh rata-rata 53,8% dari dana yang dipinjamkan. Standar deviasinya cukup tinggi,yaitu sebesar 26,86%.semakin rendah kelas senioritas(semakin tinggi resikonya),tingkat pengembalian jika terjadi gagal bayar juga semakin rendah.hasil perhitungan secara keseluruhan bias dilihat pada table berikut: Hasil Penilaian Ulang Obligasi BBB Kupon Forward Value Total Value AAA 0,22 6,00 103,37 109,37 AA 0,33 6,00 103,10 109,10 A 5,95 6,00 102,66 108,66 BBB 86,93 6,00 101,55 107,55 BB 5,3 6,00 96,02 102,02 B 1,17 6,00 92,10 98,10 CCC 0,12 6,00 77,64 83,64 Default 0,18 0,00 51,13 51,13 Setelah hasil pendapatan kita ketahui maka kita bias menghitung nilai yang diharapkan (rata-rata) dan standar deviasinya. Nilai yang diharapkan = 0,02%(109,37) + 0,33%(109,10) + 5,95%(108,66) + 86,93% (107,55) + 5,3%(102,02) + 1,17%(98,10) + 0,12%(83,64) + 0,18%(51,13) =107,09 Varians = σ2= 0,02%(109,37 – 107,09)2 +0,33%(109,10 – 107,09)2 + 5,95%(108,66 – 107,09)2 + 86,93%(107,55 – 107,09)2 +5,3%(102,02 – 107,09)2 + 1,17%(98,10 – 107,09)2 + 0,12%(83,64 – 107,09)2 + 0,18%(51,13 – 107,09)2 = 8,95 Standar deviasi (σ) = √8,95 = 2,99 Setelah kita mengetahui rata-rata dan standar deviasi selanjutnya kita bias menghitung risiko kredit untuk obligasi BBB dengan menggunakan kerangka VAR berikut ini. Dengan mengansumsikan distribusi normal ,maka 5% VAR dan 1% VAR bias dihitung berikut ini: 5%VAR =107,09 – (107,09 – (1,65 x 2,99)) = $4,93 1%VAR =107,09 – (107,09 – (2,33 x 2,99)) = $6,97 1,65 dan 2,33 adalah nilai Z yang berkaitan dengan probabilitas 5% dan 1%,berturut-turut.sayangnya distribusi resiko kredit bukan merupakan distribusi normal, sehingga asumsi normalitas tidak sepenuhnya tepat. Kita bias menggunakan distribusi sesungguhnya sehingga perhitungan yang mendkati 5%VAR dan 1%VAR bias dilakukan sebagai berikut : 6,77%VAR = 107,09 – (102,2) = $4,89 1,47%VAR = 107,09 – (98,10) = $9,99 Perhatikan bahwa kita menggunakan 6,77 (5,3+1,17+0,12+0,18) dan 1,47%(1,17+0,12+0,18) untuk memperoleh angka yang mendekati 5% dan 1%. Kita bias melakukan interpolasi untuk menghitung nilai yang lebih tepat untuk menghitung 5% dan 1% sebagai berikut : 102,02 ?? 98,1 1,47 5 5,3 (102,02 – 98,1)/ (5,3 – 1,47)=x/ (5 – 1,47) x= 3,61 ??? = 98,1 +3,61 = 101,71 Dengan menggunakan teknik interpolasi semacam itu,5%VAR adalah 5%VAR= 107,09 – (101,71)= $5,38 Credit Metrics Untuk Portofolio Misalnya kita mempunyai portofolio yang terdiri dari asset BBB dan asset A. Risiko kredit untuk aset BBB sudah dihitung dimuka. Kita akan menghitung risiko kredit untuk aset A,dan kemudian kita akan menghitung risiko kredit untuk portofolio dari aset BBB dan A. dengan cara yang sama nilai obligasi A,jika rating tahun depan berubah ,seperti table berikut: Hasil Penelitian Ulang Obligasi A kupon Forwar Value Tatal Value AAA 5,00 101,59 106,59 AA 5,00 101,49 106,49 A 5,00 101,30 106,30 BBB 5,00 100,64 105,64 BB 5,00 98,15 103,15 B 5,00 96,39 101,39 CCC 5,00 73,71 78,71 Default 0,00 51,13 51,13 Karena kita mempunyai dua aset,yaitu obligasi BBB dan A, kemudian ada 9 kemungkinan transisi untuuk setiap aset maka kita akan memperlihatkan matriks dengan 9x9=81 sel. Yaitu sebagai berikut: Matrick Penilaian Ulang Portofolio aset A AAA AA A BBB BB B CCC Default aset B 106.59 106.49 106.3 105.64 103.15 101.39 78.71 51.13 AAA 109.37 215.96 215.86 215.67 215.01 212.52 210.76 188.08 160.5 AA 109.1 215.69 215.59 215.4 214.74 212.25 210.49 187.81 160.23 A 108.66 215.25 215.15 214.96 214.3 211.81 210.05 187.37 159.79 BBB 107.55 214.14 214.04 213.85 213.19 210.7 208.94 186.26 158.68 BB 102.02 208.61 208.51 208.32 207.66 205.17 203.41 180.73 153.15 B 98.1 204.69 204.59 204.4 203.74 201.25 199.49 176.81 149.23 CCC 83.64 190.23 190.13 189.94 189.28 186.79 185.03 162.35 134.77 Default 51.13 157.72 157.62 157.43 156.77 154.28 152.52 129.84 102.26 Nilai aset AAA adalah 106.59,seangkan nilai aset BBB adalah 109.37 jdi nilai portofolio untuk sel tersebut adalah 106.59 + 109.37=215.96 ,dan begitu seterusnya . langkah selanjutnya kita menghitung joint probability(probabilitas bersama),dihitung dengan mengalikan probabilitas untuk setiap asetnya. Perkalian langsung semacam itu mengasumsikan independensi antara dua aset tersebut. Pada kenyataannya asumsi tersebut barang kali tidak realistis,karena akan ada korelasi antaraset.hasil perhitungan joint probability bias dilihat sebagai berikut: Joint probability portofolio aset A AAA AA A BBB BB B CCC Default aset B 0.09 2.27 91.05 5.52 0.74 0.6 0.01 0.06 AAA 0.02 0.00002 0.00045 0.01821 0.00110 0.00015 0.00012 0.00000 0.00001 AA 0.33 0.00030 0.00749 0.30047 0.01822 0.00244 0.00198 0.00003 0.00020 A 5.95 0.00536 0.13507 5.41748 0.32844 0.04403 0.03570 0.00060 0.00357 BBB 86,93 0.07824 1.97331 79.1497 4.79854 0.64328 0.52158 0.00869 0.05216 BB 5,3 0.00477 0.12031 4.82565 0.29256 0.03922 0.03180 0.00053 0.00318 B 1,17 0.00105 0.02656 1.06529 0.06458 0.00866 0.00702 0.00012 0.00070 CCC 0,12 0.00011 0.00272 0.10926 0.00662 0.00089 0.00072 0.00001 0.00007 Default 0,18 0.00016 0.00409 0.16389 0.00994 0.00133 0.00108 0.00002 0.00011 Sebagai ilustrusi untul sel (aset BBB:aset AAA) probabilitas marginal adsalah 86.93% dan 0.09%. joint probability bisa dihitung sebagai berikut:0.8693 x 0.0009 = 0.0008 atau 0.08%. Nilai yang diharapkan dan standar deviasi untuuk distribusi tersebut bisa dihitung berikut: E = (0.000108/100)(102,26)+(0.000018/100)(129.84)+….+(0.00045/100)(215.86)+ (0.00002/100)(215.96) = 213.28383 Varians=σ2=(0.000108/100)(102,26213,28)2+(0.000018/100)(129.8213.28)2+….+(0.00045/100)(215.86 – 213.28)2+ (0.00002/100)(215.96 – 213.28)2 = 11 Standar deviasi= σ2=√11 =3.3 Setelah kita mengetahui rata-rata dan standar deviasi maka kita bisa menghitung VAR seperti yang dilakukan sebelumnya,seperti berikut= 5%VAR= - (1.65 X 3.3) = - $5.45 1%VAR= - (2.33 x 3,3) = -$7.7 Alternative lain kita bisa menggunakan percentile untuk menghitung VAR seperti yang dilakukan di dalam bagian yang ke dua perhitungan credit metric untuk aset individual. Pendekatan Kerangka Teori Opsi Opsi call adalah hak untuk membeli aset dengan harga tertentu pada periode tertentu. Opsi put adalah hak untuk menjual aset dengan harga tertentu pada periode tertentu. Penjual opsi call atau put mempunyai kewajiban untuk menyediakan aset yang akan dibeli (jika pemegang opsi call mengeksekusi haknya),atau membeli aset yang akan dijual (jika pemegang opsi put mengeksekusi haknya).sebagai kompensasi penjual opse menerima premium atau harga opsi sebesar nilai tertentu. Beberapa akademisi menggunakan kerangka teori opsi untuk menganalisis risiko kredit. Dengan menggunakan kerangka teori opsi,pemegang saham bisa digambarkan sebagai pihak yang menjual opsi put. Misalnya kreditur member pinjaman kepada perusahaan dengan nilai Rp100 juta. Gambar pemegang saham dalam kerangka opsi Nilai Saham 100 jt 100 jt Nilai Perusahaan Bagan di atas menunjukkan jika nilai perusahaan di atas Rp100 juta (missal Rp250 juta), maka pemegang saham berhak atas sisa nilai perusahaan sebesar Rp150 juta (Rp250 – Rp100 juta ). Pemegang saham harus membayar hutang sebesar Rp100 juta terlebih dahulu. Jika nilai perusahaan di bawah Rp100 juta, maka pemegang saham akan kehilangan kekayaannya,karena kekayaannya akan diambil oleh pemegang hutang. Posisi pemegang saham dalam bagan diatas mirip dengan posisi pembeli opsi call. Bagan berikut ini menunjukkan posisi pemegang hutang (kreditur). gambar pemegang hutang dalam kerangka opsi Nilai Hutang 100 jt 100jt Nilai Perusahaan Pemegang hutang tersebut mempunyai penerimaan yang tetap yaitu sebesar bunga dan cicilan pokok pinjaman. Karena itu dalam bagan di atas, nilai hutang adalah flat sebesar Rp100 juta. Jika nilai perusahaan lebih besar dari nilai hutang (Rp100 juta),maka nilai hutang tetap sebesar Rp 100 juta. Jika nilai suatu perusahaan lebih kecil dari Rp100juta maka nilai hutang akan menjadi berkurang.jika nilai perusahaan adalah 0 (missal bangkrut dan tidak ada sisa aset) maka nilai hutang menjadi 0.karakteristik semacam itu mirip dengan penjual opsi put. Penjual opsi put juga akan mempunyai pola penerimaan seperti dalam bagan di atas. Setelah kita mengetahui kerangka semacam begitu kita bisa menggunakan teori opsi (model penilaian opsi) untuk menilai nilai hutang dan sekaligus risiko kredit. Analisis Nilai Saham dan Hutang dengan Opsi Misalkan ada perusahaan yang menggunakan dua sumber pendanaan yaitu saham dan hutang. Jumlah perlembar saham yang beredar adalah 1 juta lembar. Nilai hutang obligasi tanpa kupon bunga adalah Rp80 juta (80.000 lembar obligasi dengan nilai nominal perlembarnya adalah Rp1000), dengan jangka waktu satu tahun. Nilai pasar perusahaan tersebut adalah Rp100juta. Berapa nilai untuuk masing-masing komponen sumber dana tersebut? Misalkan V = nilai total perusahaan (Rp100 juta) E = nilai pasar saham D = nilai pasar obligasi Gabungan antara nilai pasar saham dan obligasi adalah nilai total perusahaan, V = D + E = Rp100 juta Nilai saham bisa dihitung berikut ini: E = N (d1) V – N(d2) Be-rT d1={ ln (V/B) + (r +(σ2/2))T } / {σ√T} d2 = d1 – {σ√T} di mana : V = Nilai Perusahaan B = Nilai nominal obligasi E = Nilai saham R = tingkat bunga bebas risiko T = jangka waktu hutang σ = standar deviasi return aset perusahaan tahunan ln= logaritme natural e = 2,71828 N(d) = probabilitas angka dari distribusi normal dibawah d Misalnya σ = 0.3 r = 8% pertahun, E bisa dihitung yaitu Rp 28,24 juta. Dengan demikian nilai hutang adalah : D = Rp 100 juta – Rp 28,24 juta = Rp 71,76 juta Karena obligasi tersebut merupakan obligasi tanpa kupon, tingkat bunga bisa dihitung berikut ini: R = ln (B/D)/T= ln(80/71,76)= 0.1087 atau 10,87% pertahun. Karena tingkat bunga bebas resikoadalah 8 % maka premi risiko adalah 10,87% - 8% = 2,87%. Premi risiko tersebut mencerminkan risiko kredit perusahaan tersebut. Model Penilaian Hutang Dengan Opsi Alternative lain menghitungnilai hutang secara langsung .nilai pasar hutang bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: F(T) = Be-rT[ (1/L) N(d1)+N(d2)] Dimana T = jangka waktu hutang L = rasio hutang dihitung dari Be-rT/A, dimana nilaimpasar hutang diukur dengan tingkat bunga r (tingkat bunga bebas resiko) N(d) = nilai yang dihitung dari table distribusi normal standar d1 = - [1/2σ2 – ln(L)]/{σ√T } d2 = - [1/2σ2 –+ln(L)]/{σ√T } σ2 = resiko peminjam yang diukur dari variansreturn aset perusahaan persamaan diatas bisa dituliskan ulang dalam bentuk spread yield (tingkat bunga) berikut ini: R – r = (- 1/T)ln [ N(d2) + (1/L) N(d1)] Dimana R = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang r = tingkat keuntungan aset bebas resiko Persamaan tersebut menunjukkan bahwa jika tingkat hutang dan varians return berubah maka tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang tersebut juga harus berubah. Sebagai ilustrasi misalkan kita mempunyai informasi berikut ini; B = nilai hutang = RP100 juta T = 1 tahun r = tingkat keuntungan bebas risiko = 5% L = tingkat leverage = 90% atau 0.9 σ = 12% dengan informasi tersebut kita bisa menghitung d1 dan d2 berikut ini: d1 = -[1/2(0.12)2 – ln (0.9)] / [0,12 x 1] = - 0,938 d2 = -[1/2(0.12)2 + ln (0,9)]/[0.12 x1] = +0.818 N(-0.938) = 0.174120 N(0.818) = 0.793323 F(1) = RP100 juta/(2,78128)0.05 [ 0.793323 + (1,1111)(0,17412)= Rp 93.866.180 R –r = (-1/1)ln [0,793323 +(1/0.9)(0,174120)] = -1 ln(0.986788) = 1.33% Dengan demikian R (tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk obligasi tersebut) adalah 6,33%(5% +1,33% dimana 5% adalah tingkat keuntungan bebas risiko).   BAB III KESIMPULAN Dari pembahasan tentang resiko kredit diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa resiko kredit merupakan risiko dimana nasabah atau debitur atau counterpart tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak atau kesepakatan yang telah dilakukan. Resiko kredit dapat ditimbulkan oleh terjadinya resiko pasar terlebih dahulu dan juga dapat ditimbulkan oleh resiko operasional terlebih dahulu. Ada beberapa hal yang termasuk dalam risiko kredit yaitu Lending Risk, Counterparty Risk, Issuer Risk. Resiko kredit haruslah dikelola dengan baik sehingga diperlukan manajemen resiko kredit. Dimana manajemen resiko kredit merupakan suatu proses dimana risiko kredit diidentifikasi, diukur, dan dikelola (termasuk monitoring, controlling dan communication). Proses tersebut sifatnya cyclical, dan dimulai sejak aplikasi kredit diterima oleh Bank, dianalisa, persetujuan, pemantauan, dan penyelamatan. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul. Dalam melakukan pengukuran terhadap resiko kredit ada beberapa metode yang dapat digunakan yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang mengukur resiko kredit berdasarkan beberapa karakter seperti melihat tingkat kepercayaan dari peminjam akan kemauannya mengembalikan pinjaman, jaminan yang digunakan dan lain sebagainya. Beberapa pedoman yang digunakan seperti 3R yaitu Return, Repayment Capacity, Risk bearing ability dan Pedoman 5C yaitu Character, Capasity, Capital, Collateral, Conditions. Sementara metode kuantitatif adalah metode pengukuran terhadap resiko berdasarkan perhitungan-perhitungan tertentu seperti dengan menganalisis rasio-rasio keuangan dari perusahaan peminjam sehingga di dapatkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan hanya menghitung berdasarkan metode kualitatif. Ada beberapa metode kuantitatif yang dapat digunakan yaitu dengan Model Skoring Kredit, RAROC (Risk Adjusted Return On Capital), Rating Perusahaan, Mortality Rate. DAFTAR PUSTAKA M. Hanafi, Mamduh. 2009. Manajemen Resiko, Edisi Kedua. Unit Penerbit dan Percetakan : Yogyakarta. Martono. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Ekonisa : Yogyakarta. www.google.com-Mengapa diperlukan Manajemen Risiko Kredit oleh Edratna www.google.com-Manajemen Resiko Kredit.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya!!!!!!