PERENCANAAN
STRATEGIK DAN MANAJEMEN STRATEGIK,
DALAM
TQM
A. Pengertian Manajemen Stratejik
Manajemen strategi terdiri dari dari dua kata ;
manajemen dan strategi. Manajemen berarti
pengaturan atau pengelolaan. Sedangankan strategi, menurut bahasa strategi yang berasal dari bahasa
Yunani strategos atau strategeus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti
jenderal, namun dalam Yunani kuno sering berarti perwira negara (state officer)
dengan fungsi yang luas (Salusu 2003 :85 ).
Manajemen strategi adalah suatu proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang mengarah kepada pengembangan strategi yang efektif
atau yang membantu perusahaan mencapai tujuannya (Johanes:2011). Manajemen
strategis sangat berkaitan dengan keputusan startegis pula. Johanes (2011)
menyatakan bahwa, Keputusan strategi adalah
berkaitan dengan definisi bisnis, produk dan pasar yang akan dilayani,
fungsi yang akan dilaksanakan, dan kebijakan utama.
Sedangkan Siagian (2004) mendefinisikan manajemen
stratejik sebagai: Serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149) menyatakan
bahwa, “Manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut
Perencanaan Strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh
(disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan
yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi
berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu
(Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi
pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional)
organisasi”
Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa
manajemen strategik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki
berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak
secara serentak ke arah yang sama pula. Komponen pertama adalah Perencanaan
Strategik dengan unsur – unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan
Strategik organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional
dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan
Fungsi – fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan
dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja Internal dan
eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik.
B. Perencanaan
Strategik, dan Manjemen Strategik dalam TQM
TQM (Total Quality Management) adalah suatu
pendekatan yang seharusnya dilaksanakan oleh organisasai masa kini untuk
memperbaiki kualitas outputnya, menekan biaya produksi dan meningkatkan
produktivitasnya. Maka perlu adanya Perencanaan strategic yang artinya suatu
proses di mana staf penuntun organisasi menggambarkan masa depan organisasinya
dan mengembangkan prosedur serta pelasanaannya untuk mencapai masa depan
tersebut.
Organisasi dapat melakukan rencana strategik
apabila:
1.
dapat menggambarkan masa depan dengan
jelas
2.
dapat merumuskan misi
3.
dapat membedakan misi dengan misi
organisasi di atasnya
4.
dapat mengetahui customer yang penting
5.
memiliki pemimpin yang menghayati
perlunya kualitas dan produktivitas
Manfaat Perencanaan strategic sebagai berikut:
1.
dapat memperkuat "critical
mass" menjadi tim kompak untuk mencapai tujuan bersama
2.
dapat membantu untuk mengoptimisasikan
performance organisasi
3.
dapat membantu pimpinan untuk selalu
memusatkan perhatian dan menganut kerangka bagi upaya perbaikan secara kontinu
4.
memberikan pedoman bagi pengambilan
keputusan sehari-hari
5.
dapat memberikan kemudahan untuk
mengukur kemajuan organisasi dalam usaha mencapai tujuannya untuk memperbaiki
kualitas dan produktivitas.
Model Perencanaan strategic:
1.
Kegiatan pra-perencanaan; dimana
pimpinan dapat meminta coordinator TQM sebagai konsultan dan meniapkan logistic
guna mendukung Perencanaan
2.
Penilaian organisasi; membuat rumusan
kasar atas misi, vision, asas-asas penuntun dan asumsi perncanaan serta mengadakan
penilaian terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi.
3.
Misi; adalah pernyataan tentag tujuan
yang relative tetap. Menjelaskan apa yang harus dikerjakan , untuk siapa dan
bagaimana mengerjakannya.
4.
Vision; adalah gambaran ideal tentang
dimana dan bagaimana organisasi berwujud di waktu yang akan datang.
5.
Asas-asas penuntun; adalah pola
nilai-nilai yang perlu dianut oleh tata laku anggota organisasi.
6.
Asumsi Perencanaan; adalah keyakinan
yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan tentang kejadian internal dan
eksternal dalam organisasi.
7.
Tujuan strategic; merupakan keinginan
yang hendak dicapai dalam organisasi dalam jangka panjang dan konsisten.
8.
Strategi; yaitu bagaimana tujuan
strategic itu dicapai.
9.
Kegiatan pendukung; menjelaskan siapa
yang akan melaksanakan kegiatan dan kapan dilakukannya.
1. Pengendalian Mutu
Konsep manajemen strategik bertumpu pada definisi
perencanaan strategik dimuka. Walaupun perencanaan strategik merupakan proses
awal manajemen strategik, namun kegiatan tersebut tidaklah cukup apabila tidak
diikuti oleh penyebarluasan dan implementasi rencana, serta evaluasi pelaksaan
rencana tersebut.
Managemen strategic adalah suatu pendekatan
kesisteman untuk mengidentifikasi dan melakukan perubahan yang diperlukan serta
mengukur performa organisasi yang bergerak menuju vision yang digariskan. Jadi
manajemen strategic adalah pendekatan kesisteman, yang menghubungkan
Perencanaan strategic dan pengambilan keputusan sehari-hari organisasi.
Perencanaan strategik dan manajemen strategik
dimaksudkan untuk membantu bagian - bagian organisasi bekerja sama secara baik
dengan tujuan bersama untuk merealisasikan vision yang telah ditentukan. Kedua
metode itu merupakan suatu cara untuk meluruskan seluruh proses dan meliputi
"customer" serta "suppliers" guna membantu untuk menentukan
dan memenuhi kebutuhan di waktu yang akan datang.
Perencanaan strategik dan manajemen strategik memang
menuntut kerja keras. Tetapi apabila dikerjakan dengan benar, kedua metoda
tersebut akan memberikan keuntungan kepada organisasi dan dapat mengkompensasi
beban kerja keras yang telah dilakukan.
Dahulu banyak organisasi yang berusaha meningkatkan
produktivitasnya, namun membiarkan kualitasnya konstan. Reaksi berantai
menyatakan bahwa turunnya biaya dan meningkatnya produktivitas adalah akibat
meningkatnya kualitas. Reaksi berantai yang diungkapkan oleh Deming
menimbulkan pertanyaan, apakah premis tersebut berlaku dalam segala keadaan ?
Dengan kata lain, "kualitas dahulu atau produktivitas dahulu dalam
melakukan perencanaan strategik ?".
Persoalannya bukanlah mana yang terdahulu, melainkan
siapa yang harus didahulukan. Berdasarkan pertanyaan tersebut, jelas bahwa
kebutuhan customerlah yang harus didahulukan, yang berarti kualitas. Dalam
organisasi usaha baru atau proyek baru, perlu dimulai dengan aspek kualitas
dalam melaksanakan desain produk dan jasa. Konsep ini divisualisasikan dalam implikasi
reaksi berantai Deming.
Fokus strategi kemungkinan akan berubah apabila
menghadapi organisasi yang sedang berjalan. Perlu adanya pendalaman penghayatan
akan situasi dengan menggunakan cara pemecahan persoalan. Seperti antara lain
cause and effect diagram untuk mengetahui persoalan mana yang perlu dipecahkan
terlebih dahulu : kualitas, produktivitas atau kualitas kehidupan kerja.
Apabila menggunakan cara pemecahan persoalan
tersebut ditemukan bahwa persoalan utamanya adalah kualitas, maka persoalan
kualitas dipecahkan terlebih dahulu. Demikian juga apabila persoalan utamanya
adalah produktivitas, maka produktivitas yang harus ditangani terlebih dahulu.
Akhirnya apabila kondisi kerja atau personil merupakan persoalan utama, maka
program yang harus dilaksanakan pertama kali adalah kualitas kehidupan kerja.
Premis menyatakan "dengan memperbaiki kualitas,
biaya akan menurun dan produktivitas meningkat" yang oleh Ishikawa disebut
sebagai Total Quality Concept. Jadi persoalannya bukan kualitas dulu atau
produktivitas dulu? Tetapi siapa yang harus didahulukan.
Disini jelas bahwa customer yang harus didahulukan,
yang berarti kualitas. Dari titik sudut manapun kita mulai, yang menjadi
saasaran utama adalah pengendalian biaya yang terletak pada titik pusat
segitiga. Ini berarti bahwa penggunaan biaya harus betul-betul diarahkan untuk
pemecahan persoalan yang dihadapi oleh organisasi.
Untuk memilih langkah apa yang harus dambil, maka
berdasarkan prinsip interactive planning, maka organisasi perlu diajak untuk
berpartisipasi guna melakukan Perencanaan strategic.
2.
Pengendalian
Strategi
Pengendalian organisasi terdiri dari tiga jenis,
yaitu pengendalian strategis, pengendalian manajemen dan pengendalian
operasional. Pengendalian strategis merupakan proses dari evaluasi strategi,
yang dilakukan baik strategi tersebut dirumuskan dan setelah diimplementasikan.
Pengendalian manajemen berfokus pada pencapaian
sasaran dari berbagai substrategi bersesuaian dengan strategi utama dan
pencapaian sasaran dari rencana jangka menengah. Sedangkan pengendalian
operasional berpusat pada kinerja individu dan kelompok yang dibandingkan
dengan peran individu dan kelompok yang telah ditentukan oleh rencana
organisasi. Masing-masing jenis pengendalian tersebut tidak terpisah dan tidak
berbeda secara nyata serta dalam kenyataan mungkin tidak berbeda satu dengan
yang lainnya.
Pengendalian strategi menurut Schendel and Hofer
berfokus pada dua pertanyaan (1) apakah strategi yang diimplementasikan sebagai
yang direncanakan dan (2) apakah hasil yang dibuat oleh strategi merupakan yang
diharapkan. Definisi ini merujuk pada kajian tradisional dan langkah umpan
balik yang merupakan langkah akhir dari proses manajemen strategis. Model
normatif dari proses manajemen strategis yang menggambarkan langkah-langkah
utama tersebut mencakup perumusan strategi, implentasi strategi dan evaluasi
(pengendalian) strategi.
Ukuran yang besar pada organisasi ada kaitannya
dengan hubungan ekonomis. Pertumbuhan
yang makin besar sangat diinginkan karena dengan makin meningkatnya besaran
organisasi maka berdampak pada skala ekonomi (economic of scale). Makin besar organisasi seringkali lebih
efisien dalam operasional organisasi tersebut.
Pengendalian strategi berpijak terutama pada proses
pengendalian tradisional yang melibatkan kajian dan umpan balik kinerja untuk
menentukan rencana, strategi dan sasaran yang telah dicapai dengan menghasilkan
informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil tindakan
korektif.
3.
Proses
Pengendalian Kualitas
Kualitas
menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam memilih suatu produk atau
jasa, sehingga kualitas merupakan penentu keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan
peningkatan posisi bersaing. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan
memenuhi syarat-syarat dari konsumen, maka perlu dilakukan pengendalian
kualitas. Ketika hanya satu karakteristik output dipertimbangkan dalam
pengendalian kualitas, maka masalah dapat diselesaikan secara konvensional.
Pengendalian kualitas menjadi lebih kompleks ketika banyak
karakteristik output yang dipertimbangkan dan masing-masing harus memenuhi
spesifikasi tertentu. Kompleksitas pengendalian kualitas sebagai sebuah sistem
seringkali menimbulkan konflik diantara beberapa tujuan yang ingin dicapai.
Peningkatan pencapaian pada salah satu karakteristik mengakibatkan pengurangan
pencapaian karakteristik yang lain, sehingga diperlukan perancangan sistem
pengendalian kualitas secara simultan.
Perbaikan yang berkesinambungan pada produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, memberikan keberhasilan usaha dan mengembalikan
investasi kepada para pemegang saham dan pemilik perusahaan.
Suatu karakteristik dari pengendalian kualitas
modern adalah bahwa didalamnya terdapat aktivitas yang berorientasi pada
tindakan-tindakan pencegahan kerusakan dan bukan berfokus pada upaya untuk
mendeteksi kerusakan saja. Kualitas melalui inspeksi saja tidak cukup dan hal
itu memakan biaya yang banyak. Meskipun tetap menjadi persyaratan untuk
melakukan beberapa inspeksi singkat atau audit terhadap produk akhir tetapi
usaha pengendalian kualitas seharusnya lebih difokuskan pada tindakan
pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan aktivitas
secara baik dan benar pada waktu pertama kali mulai melaksanakan suatu
aktivitas.
Dengan melaksanakan prinsip ini usaha peningkatan
kualitas akan mampu mengurangi ongkos produksi. Sehingga perlu dilakukan suatu
sistem pengendalian proses sebagai implementasi dari tindakan preventif dalam
sistem manajemen kualitas itu
4.
Budaya
organisasi
Menurut M. Sashkin dan K. Kiser (1993) dalam bukunya
Putting TQM to work, budaya terdiri dari dua komponen dasar yaitu keyakinan
(beliefs) dan nilai (values). Dalam organisasi keyakinan dan nilai tersebut
ditentukan dan diekspresikan melalui kepemimpinan dan diikuti oleh para anggota
organisasi.
Sedangkan nilai adalah penghayatan anggota
organisasi mengenai apa yang benar dan yang salah. Dan keyakinan adalah sikap
tentang cara sesuatu bekerja dan cara hal tersebut seharusnya bekerja dalam
organisasi. Budaya organisai menurut Schein (1990), berarti "pola
nilai-nilai, keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang di kalangan
anggota organisasi mengenai pekerjaan"
Sehingga budaya organisasi berguna untuk menangani
lingkungan internal dan eksternal organisasi sehingga anggota organisasi dapat
mengadakan persepsi, berpikir dan merasakan pekerjaannya secara benar.
5.
Budaya
TQM
Berdasarkan definisi budaya organisasi menurut
Schein di muka, maka budaya TQM adalah pola nilai - nilai, keyakinan dan
harapan yang tertanam dan berkembang dikalangan anggota organisasi mengenai
pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas.
Budaya mengandung nilai komponen keyakinan dan
komponen nilai. Nilai adalah penghayatan anggota organisasi mengenai apa yang
benar dan apa yang salah. Budaya TQM dalam organisasi, yaitu himpunan nilai dan
keyakinan akan menjamin bahwa dengan penyesuaian diri pada perubahan itu,
organisasi akan selalu memenuhi kebutuhan customer. Selanjutnya budaya TQM juga
menentukan bahwa tujuan yang harus dicapai organisasi adalah memenuhi kebutuhan
customers.
Sashkin dan K. Kiser telah menguraikan jaringan
kompleks budaya TQM ke dalam delapan unsur budaya.
1. Unsur
Budaya 1
Informasi mengenai kualitas harus digunakan untuk
perbaikan dan bukan untuk mengadili atau mengawasi anggota. Informasi mengenai
performance dan kualitas harus disampaikan kepada mereka yang menggunakan untuk
mengerti persoalan yang ada guna mencari solusi dan mengambil tindakan yang
perlu demi perbaikan.
2. Unsur
Budaya 2
Kewenangan harus berimbang dengan tanggung jawab.
Karyawan yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan
mencapai hasil tertentu, harus diberi wewenang yang diperlukannya untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif.
3. Unsur
Budaya 3
Harus ada penghargaan terhadap hasil yang dicapai.
Hal ini berarti bahwa individu, tim dan seluruh anggota organisasi harus ikut
mengenyam hasil jerih payahnya secara adil.
4. Unsur
Budaya 4
Kerjasama, bukan persaingan yang menjadi dasar bagi
bekerja secara tim. Jadi sejauh mungkin para anggota organisasi harus saling
membantu dalam melakukan pekerjaannya.
5. Unsur
Budaya 5
Karyawan harus memperoleh jaminan keamanan kerja.
Dalam hal ini karyawan harus mengetahui bahwa pekerjaannya aman. Ini berarti
bahwa mereka jangan sampai diberhentikan begitu saja seperti peralatan yang
sudah usang.
6. Unsur
Budaya 6
Harus terdapat keadilan. Setiap anggota organisasi
harus mempunyai persepsi bahwa dalam organisasinya terdapat iklim keadilan,
berdasarkan tata laku dan tindakan para manajer pada semua tingkat.
7. Unsur
Budaya 7
Kompensasi harus adil. Hal ini berarti bahwa sistem
gaji dan imbalan apapun harus wajar sesuai tugas, wewenang dan tanggung jawab.
8. Unsur
Budaya 8
Setiap anggota organisasi harus mempunyai rasa ikut
memiliki organisasi. Ini dimaksud agar setiap anggota organisasi mempunyai
kebanggaan akan pekerjaannya dan berusaha meningkatkan performance nya demi
pencapaian tujuan organisasi.
Untuk dapat mengimplementasikan kedelapan unsur
budaya TQM perlu terlebih dahulu diketahui budaya yang ada di dalam organisasi
melalui survei guna mengetahui persepsi dan sikap para karyawan terhadap
organisasinya.
Hasil survei tersebut dapat dipakai untuk menentukan
langkah tindak awal guna mengimplementasikan delapan unsur budaya TQM secara
bertahap. Mewujudkan budaya TQM membutuhkan kerja keras pimpinan dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit (3-5 tahun). Namun hal ini merupakan
sasaran yang harus dicapai demi kualitas, produktivitas dan daya kompetitif
organisasi.
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen strategi adalah suatu
proses pengambilan keputusan dan tindakan yang mengarah kepada pengembangan
strategi yang efektif atau yang membantu perusahaan mencapai tujuannya.
Manajemen strategik merupakan suatu sistem yang
sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan
saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula.
Komponen pertama adalah Perencanaan Strategik dengan unsur – unsurnya yang
terdiri dari Visi, Misi, Tujuan Strategik organisasi. Sedang komponen kedua
adalah Perencanaan Operasional dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau
Tujuan Operasional, Pelaksanaan
TQM (Total Quality Management) adalah suatu
pendekatan yang seharusnya dilaksanakan oleh organisasai masa kini untuk
memperbaiki kualitas outputnya, menekan biaya produksi dan meningkatkan
produktivitasnya.
Konsep manajemen strategik bertumpu pada definisi
perencanaan strategik dimuka. Walaupun perencanaan strategik merupakan proses
awal manajemen strategik, namun kegiatan tersebut tidaklah cukup apabila tidak
diikuti oleh penyebarluasan dan implementasi rencana, serta evaluasi pelaksaan
rencana tersebut.
Organisasi dapat melakukan rencana strategik
apabila:
1.
dapat menggambarkan masa depan dengan
jelas
2.
dapat merumuskan misi
3.
dapat membedakan misi dengan misi
organisasi di atasnya
4.
dapat mengetahui customer yang penting
5.
memiliki pemimpin yang menghayati
perlunya kualitas dan produktivitas
Pengendalian strategi menurut Schendel and Hofer
berfokus pada dua pertanyaan (1) apakah strategi yang diimplementasikan sebagai
yang direncanakan dan (2) apakah hasil yang dibuat oleh strategi merupakan yang
diharapkan
Berdasarkan definisi budaya
organisasi menurut Schein di muka, maka budaya TQM adalah pola nilai - nilai,
keyakinan dan harapan yang tertanam dan berkembang dikalangan anggota
organisasi mengenai pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas
DAFTAR
PUSTAKA
Hardjosoedarmo, Soewarso. 2004. Total Quality
Management. Penerbit Andi Yogyakarta
http//www.dunianita.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentarnya ya!!!!!!