Live Love Laugh

Live Love Laugh

Sunday, March 4, 2012

Ketimpangan antar wilyah dan pendapatan

A. Ketimpangan Antardaerah
Pertumbuhan ekonomi merupakan menu utama pemeringkatan kinerja suatu wilayah dalam proses pembangunan. Fenomena ini menjadi rujukan utama untuk melihat kinerja wilayah, pada prosesnya kenaikan kinerja output pendapatan per kapita per periode menyebabkan terjadi perubahan orientasi wilayah dari small economic growth-middle economic growth sampai pada tahap high economic growth.
Perubahan dari waktu ke waktu ini menjadikan wilayah tersebut mendapat angin segar dalam proses pembangunan dan menyebabkan perubahan kebijakan-kebijaka strategis dalam proses mempertahankannya. seiring perkembangan fiskal barang dan jasa serta kebijakan menuntut kehati-hatian menangani proses pelaksanaan pembangunan. Adapun tuntunan kehati-hatian tersebut mengacu pada:
1. Perkembangan ekonomi global
2. Mempertahankan arus investasi pada beberapa usaha strategis
3. Menjaga stabilitas produksi dan bahan baku
4. Peningkatan kerjasama antarwilayah
5. Menekan dan meminimalisir terjadinya inflasi
Faktor safety tersebut menjadi pertimbangan utama dalam melakukan kajian pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada kajian Harrod-Domar bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengacu pada steady growth, yang berarti pertumbuhan tetap dipertahankan dengan mengacu pada barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio modal produksi (capital output ratio) tetap nilainya. Leading economic dan stabilitas menjadi kajian Harrod-Domar dengan AE = C+I. Dengan asumsi akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya.
Di Negara maju atau Negara yang sedang akan maju, dengan wilayah satu kesatuan memudahkan dalam proses akses antar kawasan dan wilayah. Dengan aksesibilitas 1 ruang secara administratif akan tercipta homogenitas pembangunan yang ada didalamnya, hal tersebut mengakibatkan proses pembangunan menjadi mudah. Daerah homogen ini selanjutnya akan menyebabkan kemampuan wilayah untuk menjaring tenaga kerja dari berbagai tingkat ilmu dapat terakomodasi. Strategi ini menjadikan wilayah dapat mengakomodasi semua elemen.
Faktor perencanaan dan manajemen pembangunan yang baik akan menyebakan kawasan menjadi kawasan ekonomi strategis seperti halnya Negara kecil Singapura. Merujuk pada wilayah Indonesia yang kepulauan menyebabkan adanya ketimpangan-ketimpangan di sector-sektor tertentu. Ketimpangan tersebut menyakibatkan arus urbanisasi meningkat, ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, pengangguran, ketidakseimbangan SDM, ketidakmerataan penggunaan teknologi, dan aksesibilitas yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang. Merujuk pada pakar ekonomi Harvard Prof Emeritus Adelman dan Morris (1973) berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu wilayah ada 8, yaitu :
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunya pendapatan perkapita
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proposional dengan pertambahan produksi barang-barang,
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah,
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga penngangguran bertambah,
5. Rendahnya mobilitas industri,
6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis,
7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang,
8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.
Kecenderungan tersebut menjadi dasar terjadinya ketimpangan pembangunan pada suatu wilayah ditambah factor lokasi yang berpulau dapat menjadi factor pemikiran utama untuk peningkatan perkembangan ekonomi pada masa yang akan datang.
Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan.
Beberapa ahli pembangunan wilayah berpendapat bahwa ketimpangan antar wilayah adalah suatu proses yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari seiring dengan kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi negara, sampai kemudian menurun kembali dengan sendirinya setelah mencapai titik balik (polarization reversal).
Kuznets (1995) dalam penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima (1992) bahwa negara-negara Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan. Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

Read more ...

Analisis ekonomi Indonesia

A. EKONOMI POLITIK
1.Swastanisasi dan Efisiensi BUMN, Masalah Ekonomi Berdimensi Politik
a) Penggolongan Kegiatan BUMN
Berdasarkan jenis kegiatan, BUMN dapat dibedakan menjadi BUMN yang bergerak dalam kegiatan jasa-jasa dan pelayanan publik, dan BUMN yang bergerak mencari keuntugan. Dalam kategori pertama termasuk PLN yang termasuk kategori Perum dan PJKA yang digolongkan dalam Perum.
Besarnya dari pengaruh BUMN pada ekonomi nasional sulit diperkirakan secara persis. Disektor perbankan peren-peran bank pemerintah dalam total volume perkreditan adalah sekitar 70%. Disektor produksi fisik, seperti pertambangan, maka peran Pertamina, PT Timah, dan perusahaan Negara Batubara adalah bersifat monopoli.
b) Karakteristik Pasar
Didalam pasar ada istilah yang dikenal sebagai captive market, dalam pasar yang seperti ini, maka kompetisi tidak ada. Maka cara mengukur tingkat efisiensi dan BUMN dalam captive market itu adalah dengan membandingkan hatga dan kualitas produksinya dengan luar negeri dan dihitung untuk kurun waktu tertentu.
Karena itu, proses swastanisasi dan efisiensi BUMN seyogyanya dilihat dari upaya mengurangi karakteristik yang bersifat captive market tersebut dan menginjeksi unsur kompetisi dalam pasar.
c) Cara Swastanisasi
Dirjen moneter pernah mengemukakan empat kemungkinan tindakan bagi BUMN yang terus merugi, kemungkinan itu adalah merger, likuidasi, join venture dengan swasta, serta penjualan kepada swasta.
Perusahaan-perusahaan yang ada dipasar modal pun tidak menghasilkan berlangsungnya transaksi saham yang berarti. Bila ada proses penjualan BUMN ataupun join venture, maka amat penting digunakan cara terbuka. Dan bila sistem tender yang dianut, maka perlu sekali ditiadakan kesan bahwa sistem tersebut hanya bersifat “dipermukaan”.
d) Ekonomi Politik BUMN
Karena BUMN adalah milik pemerintah,maka per definisi masalah BUMN apalagi penjualan BUMN mengandung takaran politik yang tinggi, karena pembenahan BUMN bukanlah masalah privatisasi atau swastanisasi. Petunjuk Presiden yang merupakan pedoman bagi pembenahan BUMN amat jelas dibuat dalam semangat deregulasi, dan desentralisasi.
BUMN yang bergerak dibidang jasa publik, terus merugi, meski tidak bisa dijual tapi perlu diperkuat tradisi pembentukan public accountability-nya. Sementara bagi BUMN yang bergerak mencari untung bagi negara, maka perlu disutikkan elemen kompetisi dipasar yangb menampungb mereka.
2. Kabinet Pembangunan V : Enam Bulan Pertama
Ketika kabinet pembangunan IV mulai bertugas, faktor eksternal yang begitu keras menekan ekonomi, menyebabkan diambilnya kebijaksanaan devaluasi, deregulasi perbankan, dan rephasing investasi, yang praktis menghemat milyaran dollar impor.
Enam bulan pertama Kabinet Pembangunan V telah menghasilkan kegiatan-kegiatan perdagangan luar negeri, moneter perkreditan, dan sektor-sektor riil, yang mengambil tema perhatian pada jasa-jasa publik dan swastanisasi sebagian bidang kegiatan sebelumnya dipegang oleh negara.
a) Perdagangan Luar Negeri dan moneter Perkreditan
Dalam hal pengembangan industri ekspor barang jadi rotan, ditempuh kebijaksanaan perlindungan yang mencakup kebijaksanaan perdagangan dan moneter perkreditan. Kebijakan pertama adalah percepatan larangan ekspor rotan setengah jadi. Kebijaksanaan berikutnya adalah perubahan jenis kategori barang yang semula dinilai sebagai barang jadi, kni dianggap sebagai setengah jadi, sehingga juga terkena larangan ekspor.Kebijakan ketiga yang ditempuh adalah kredit ekspor berbunga rendah untuk pembiayaan ekspor.
Disektor moneterperkreditan, Menteri Negara Permuhan Rakyat menaikkan suku bunga KPR-BTN, hal yang agaknya menimbulkan kesan penyesuaian yang wajar atas diberlakukannya market mechanism dalam penentuan tingkat suku bunga.
b) Jasa Pubilk dan Swastanisasi
Jasa-jasa harus ditetapkan dengan harga yang secara ekonomis dapat dipertanggung jawabkan. Pada pokoknya, keuntungan dari PDAM, PLN adalah skala ekonomi mereka yang besar yang menyebabkan biaya perunit produk menjadi murah. Bila ada diskrimriminasi harga, maka terjadai subsidi dari unit pemakai yang lebih sosial.
B. PERDAGANGAN LUAR NEGERI dan MASALAH EKSTERNAL
1. Kebijakan Ekonomi Pasca Pemilu : Pelarian Modal dan Neraca pembayaran
Kalau ada kebijaksanaan ekonomi yang menjadi pusat kerisauan para ahli ekonomi dalam pemerintahan, hal itu adalah neraca pembayaran.
A. EKONOMI POLITIK
1.Swastanisasi dan Efisiensi BUMN, Masalah Ekonomi Berdimensi Politik
a) Penggolongan Kegiatan BUMN
Berdasarkan jenis kegiatan, BUMN dapat dibedakan menjadi BUMN yang bergerak dalam kegiatan jasa-jasa dan pelayanan publik, dan BUMN yang bergerak mencari keuntugan. Dalam kategori pertama termasuk PLN yang termasuk kategori Perum dan PJKA yang digolongkan dalam Perum.
Besarnya dari pengaruh BUMN pada ekonomi nasional sulit diperkirakan secara persis. Disektor perbankan peren-peran bank pemerintah dalam total volume perkreditan adalah sekitar 70%. Disektor produksi fisik, seperti pertambangan, maka peran Pertamina, PT Timah, dan perusahaan Negara Batubara adalah bersifat monopoli.
b) Karakteristik Pasar
Didalam pasar ada istilah yang dikenal sebagai captive market, dalam pasar yang seperti ini, maka kompetisi tidak ada. Maka cara mengukur tingkat efisiensi dan BUMN dalam captive market itu adalah dengan membandingkan hatga dan kualitas produksinya dengan luar negeri dan dihitung untuk kurun waktu tertentu.
Karena itu, proses swastanisasi dan efisiensi BUMN seyogyanya dilihat dari upaya mengurangi karakteristik yang bersifat captive market tersebut dan menginjeksi unsur kompetisi dalam pasar.


Read more ...

Membangun ekonomi indonesia

A. TANTANGAN MASA KEPADA ILMU-ILMU SOSIAL
Pengaruh ilmu alam dan teknik atas perkembangan masyarakat mulai besar terasanya sejak bagian kedua dari abad ke-18. Pendapatan tenaga uap dan pemakainnya didalam pabrik menimbulkan revolusi dalam industri. Alam perekonomian menjadi luas.
Teknik industri tidak saja mengubah perhubungan produski, tetapi juga mempengaruhi alat dan jalan perhubungan. Sejalan dengan meluasnya pengaruh teknik dalam produksi, maka berubah pula struktur masyarakat. Revolusi industri membuka masa kapitalismenya dengan semboyan laissezfaire, laissezpasser (bebas bertindak, bebas bersaing, merdeka mengadakan kontrak, perjanjian serta tanggung jawab sendiri dalam perekonomian menjadi dasar segala inisiatif. Bukan lagi menghasilkan untuk keperluan hidup menjadi tujuan ekonomi, melainkan mencari keuntungan.
Kapitalisme adalah suatu bentuk penghidupan didalam masyarakat yang mempunyai semangat sendiri, yang berpengaruh keseluruh masyarakat, menguasai pula bagian masyarakat yang bukan kapitalis. Kapitalisme merasionalisasikan seluruh penghidupan, merasionalkan sikap hidup dalam segala lapangan, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Didalam perekonomian orang mencari keuntungan dimana dapat. Jiwa perekonomian ialah ekspansi. Seringkali pandangan etik mengalah kepada tuntutan prinsip ekonomi. Produksi tidak didasarka pada keperluan hidup, melainkan dilakukan untuk menghasilkan barang sebanyak-banyknya untuk pasar.
Sikap ilmu sosial, yang meminjan pengertian metode dan alat berpikir kepada ilmu alam, menunjukkan betapa kompleks masalah yang dihadapinya, betapa sukarnya ia memperoleh jalan yang tepat dalam menyelidiki ilmu sendiri. Dari semula ilmu sosial bergelut dengan obyeknya. Dari obyekemperika yang sama, yaitu masyarakat, tiap ilmu spesial menetukan obyek pengetahuannya dengan tindakan memilih.
Sikap yang kemudia ini ditentang oleh para ahli yang mempunyai sikap realis, yang berpendapat bahwa tugas ilmu sosial bukanlah bermula dengan mencari hukum-hukum yang abstrak, melainkan mencari kebenaran dan keterangan tentang masyarakat yang lahir dengan melukiskannya.
Konsepsi Adam Smith dan Karl Marx membuktikan bahwa, ilmu sosial, sebagai keterangan ilmiah, tidak sanggup menguasai perkembangan masyarakat yang dinamis. Sebabnya ialah karena ilmu sosial sebagai alat meninjau bagi orang yang berfikir mengambil sebagai obyeknya manusia yang berkemauan.
Oleh karena itu, tugas ilmu-ilmu sosial dalam masa menantang ini adalah memperluas lingkungan yang memiliki didalam masyarakat. Kita di Indonesia menghadapi tugas yang tidak ringan, membangun Indonesia yang adil dan makmur.

B. TEORI EKONOMI, POLITIK EKONOMI, dan ORDE EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu yang empiris. Teori ekonomi memberi keterangan tentang tabiat manusia yang umum dilakukannya dalam tindakannya menuju kemakmuran. Tabiat manusia dalam menuju kemakmuran itulah yang menjadi obyek pengetahuan ekonomi.
Jadi dari teori ekonomi ini, kita dapat menyimpulaka, bahwa dalam menuju keperluan hidupnya / kemakmuran hidupnya, manusia bertindak menurut motif ekonomi. Berdasarkan motif ekonomi itu, ilmu ekonomi memberi keterangan tentang tabiat manusia dalam berbagai tindakannya menuju kemakmuran.
Berdsarkan pengetahuan tentang motif ekonomi itu, rangkaian kausaitas pada teori ekonomi klasik bermula pada pembagian kerja. Pembagian pekerjaan tidak saja memperbesar produktivitas, tetapi dengan pembagian pekerjaan tercapai sekaligus spesialisasi. Spesialisasi memperbesar kemahiran, pembagian kerja dan spesialisasi bertambah manfaat bagi manusia apabila pasar barang yangdihasilkan menjadi luas.
Dalam sistem teori ekonomi Adan Smith, harga mempunyai fungsi yang mengatur dalam penghidupan ekonomi. Harga menjadi
A. TANTANGAN MASA KEPADA ILMU-ILMU SOSIAL
Pengaruh ilmu alam dan teknik atas perkembangan masyarakat mulai besar terasanya sejak bagian kedua dari abad ke-18. Pendapatan tenaga uap dan pemakainnya didalam pabrik menimbulkan revolusi dalam industri. Alam perekonomian menjadi luas.
Teknik industri tidak saja mengubah perhubungan produski, tetapi juga mempengaruhi alat dan jalan perhubungan. Sejalan dengan meluasnya pengaruh teknik dalam produksi, maka berubah pula struktur masyarakat. Revolusi industri membuka masa kapitalismenya dengan semboyan laissezfaire, laissezpasser (bebas bertindak, bebas bersaing, merdeka mengadakan kontrak, perjanjian serta tanggung jawab sendiri dalam perekonomian menjadi dasar segala inisiatif. Bukan lagi menghasilkan untuk keperluan hidup menjadi tujuan ekonomi, melainkan mencari keuntungan.
Kapitalisme adalah suatu bentuk penghidupan didalam masyarakat yang mempunyai semangat sendiri, yang berpengaruh keseluruh masyarakat, menguasai pula bagian masyarakat yang bukan kapitalis. Kapitalisme merasionalisasikan seluruh penghidupan, merasionalkan sikap hidup dalam segala lapangan, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Didalam perekonomian orang mencari keuntungan dimana dapat. Jiwa perekonomian ialah ekspansi. Seringkali pandangan etik mengalah kepada tuntutan prinsip ekonomi. Produksi tidak didasarka pada keperluan hidup, melainkan dilakukan untuk menghasilkan barang sebanyak-banyknya untuk pasar.
Sikap ilmu sosial, yang meminjan pengertian metode dan alat berpikir kepada ilmu alam, menunjukkan betapa kompleks masalah yang dihadapinya, betapa sukarnya ia memperoleh jalan yang tepat dalam menyelidiki ilmu sendiri. Dari semula ilmu sosial bergelut dengan obyeknya. Dari obyekemperika yang sama, yaitu masyarakat, tiap ilmu spesial menetukan obyek pengetahuannya dengan tindakan memilih.
Sikap yang kemudia ini ditentang oleh para ahli yang mempunyai sikap realis, yang berpendapat bahwa tugas ilmu sosial bukanlah bermula dengan mencari hukum-hukum yang abstrak, melainkan mencari kebenaran dan keterangan tentang masyarakat yang lahir dengan melukiskannya.
Konsepsi Adam Smith dan Karl Marx membuktikan bahwa, ilmu sosial, sebagai keterangan ilmiah, tidak sanggup menguasai perkembangan masyarakat yang dinamis. Sebabnya ialah karena ilmu sosial sebagai alat meninjau bagi orang yang berfikir mengambil sebagai obyeknya manusia yang berkemauan.
Oleh karena itu, tugas ilmu-ilmu sosial dalam masa menantang ini adalah memperluas lingkungan yang memiliki didalam masyarakat. Kita di Indonesia menghadapi tugas yang tidak ringan, membangun Indonesia yang adil dan makmur.

B. TEORI EKONOMI, POLITIK EKONOMI, dan ORDE EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu yang empiris. Teori ekonomi memberi keterangan tentang tabiat manusia yang umum dilakukannya dalam tindakannya menuju kemakmuran. Tabiat manusia dalam menuju kemakmuran itulah yang menjadi obyek pengetahuan ekonomi.
Jadi dari teori ekonomi ini, kita dapat menyimpulaka, bahwa dalam menuju keperluan hidupnya / kemakmuran hidupnya, manusia bertindak menurut motif ekonomi. Berdasarkan motif ekonomi itu, ilmu ekonomi memberi keterangan tentang tabiat manusia dalam berbagai tindakannya menuju kemakmuran.
Berdsarkan pengetahuan tentang motif ekonomi itu, rangkaian kausaitas pada teori ekonomi klasik bermula pada pembagian kerja. Pembagian pekerjaan tidak saja memperbesar produktivitas, tetapi dengan pembagian pekerjaan tercapai sekaligus spesialisasi. Spesialisasi memperbesar kemahiran, pembagian kerja dan spesialisasi bertambah manfaat bagi manusia apabila pasar barang yangdihasilkan menjadi luas.
Dalam sistem teori ekonomi Adan Smith, harga mempunyai fungsi yang mengatur dalam penghidupan ekonomi. Harga menjadi regulator dalam produksi. Orang akan menghasilkan barang apabila ia akan memperoleh harga yang pantas. Dan harga juga akan mengatur pembagian pendapatan.
Menurut Bohm Bawerk, tiap-tiap tindakan yang mempunyai kekuasaan ekonomi hanya dapat berlaku dengan melalui hukum-hukum ekonomi.
Politik ekonomi adalah siasat untuk melaksanakan teori-teori ekonomi secara rasional dalam alam yang lahir. Motif ekonomi yang menjadi pembawaan manusia dalam perjuangan hidup untuk mengatasi kekurangan, akan menjadi prinsip ekonomi.
Ada gambaran yang memisahkan antara bidang ilmu ekonomi dan bidang politik perekonomian, yaitu :
• Ilmu ekonomi mencari sebab-akibat, politik perekonomian mencari akibatnya
• Ilmu ekonomi mencari hukum-hukum kausal, politik perekonomian mencari dasar-dasar etik
• Ilmu ekonomi mengatakan apa yang bisa terjadi, politik perekonomian menghendaki apa yang bisa terjadi
Politik ekonomi mengemukakan apa yang mesti dikerjakan untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam melaksanakan rencana dalam alam lahir, dengan memperhatikan pula faktor-faktor non ekonomi. Politik perekonomian mengemukakan tujuan yang normatif. Coraknya ditentukan oleh ideologi, politik negara dan paham kemasyarakatan.
Orde ekonomi adalah bangun organisasi dari penghidupan ekonomi yang sifatnya historis-relatif. Organisasi penghidupan organisasi itu tidak berdiri sendiri, melainkan bersangkut paut, dan terpengaruh oleh segi penghidupan lainnya. Dan kerena itu perekmbangan orde ekonomi tidak terlepas dari pandangan hidup.
Perkembangan dan perubahan dalam orde ekonomi biasanya didorong oleh penguasa masyarakat seperti dalam masa feodalisme, oleh raja atau pemerintah dalam zaman merkantilisme, oleh golongan yang aktif dalam masyarakat seperti dalam masa kapitalisme liberal. Rakyat yang biasanya bersifat pasif atau menyesuaikan diri pada perkembnagan itu.
Politik perekonomian negara kemakmuran menuju terlaksana dalam masyarakat :
1) Pekerjaan penuh, hilangnyan pengangguran
2) Standar hidup yang selalu bertambah baik
3) Makin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan jalan memperata kemakmuran
4) Keadilan sosial

C. EKONOMI BERENCANA
Tiap-usaha ekonomi selalu dikerjakan menurut rencana. Masalah ekonomi timbul karena ada pertentangan antara keperluan hidup yang tidak terbatas jumlahnya dan alat pemuas yang terbatas. Karena itu timbullah kebiasaan menurut motif ekonomi, yang dalam pekerjaan yang disengaja melaksanakannya menjadi prinsip ekonomi.
Tujuan ekonomi berencana ialah supaya tindakan kesatuan-kesatuan ekonomi banyak sedikitnya diusahakan merangkaikan dan dikuasai menurut tujuan yang tertentu. Jadi ekonomi berencana bukanlah sebuah ulangan kata, melainkan merupakan suatu tujuan yang tepat, yang dituju dengan ekonomi berencana ini adalah mengadakan suatu perekonomian nasional yang diatur, yang direncanakan tujuan dan jalannya.
Ide dai suatu rencana ditentukan oleh dua usnur :
1) Ada suatu proyek, yaitu tujuan yang diputuskan untuk dicapai
2) Ada susunan peraturan yang diputuskan untuk mencapai tujuan itu, yaitu menetapkan cara melaksanakannya.
Penetapan tujuan dan cara melaksanakan itu adalah inti dari tiap-tiap rencana ekonomi. Suatu rencana ekonomi adalah suatu rencana yang mengenal seluruh penghidupan ekonomi nasional.
Tujuan rencana ekonomi adalah melaksanakan, supaya produksi disesuaikan dengan keperluan sosial, supaya kemiskinan rakyat dilenyapkan atau kemakmuran rakyat dapt ditimbulkan.
Dalam rangka ekonomi berencana, politik ekonomi, sosial, moneter, keuangan adalah suatu keseluruhan. Tiap-tiap sektor adalah bagian integral dari keseluruhan politik umum negara. Apabila ekonomi nasional tidak dipandang sebagai keseluruhannya, tindakan-tindakan yang diambil pada suatu sektor, boleh jadi tidak sesuai dengan tindakan-tindakan dalam sektor-sektor lain.
Menurut Warner Sombart, ada 3 syarat agar ekonomi berencana dapat berhasil, yaitu :
1) Rencana harus meliputi kesemuanya, seluruh daerah nasional. Perencanaan merencanakan perimbangan yang tepat menurut wujud yang tertentu antara perkembangan perekonomian dalam berbagai seginya.
2) Rencana ekonomi menghendaki kesatuan tindakan. Ini berarti rencana ekonomi mesti berjalan dari satu tempat.
3) Rencana ekonomi hendaklah meliputi perkembangan yang banyak. Oleh karena itu perekonomian nasional banyak seginya, maka rencana pembangunan ekonomi harus mengenai semuanya itu, supaya terdapat pembangunan yang harmonis.
Akhirnya, suatu rencana ekonomi yang baik harus pula merencanakan jalan untuk melaksanakannya. Tidak saja rencana tentang hal-hal modal dan materi lainnya, tetapi juga yang mengenai moral dan pendidikan rakyat. Ini tertuama pada rencana tentang konsumsi. Yang penting disini adalah mendidik jiwa orang seorang dari manusia individu menjadi manusia sosial. Pendidikan masyarakat dan pengajaran sekolah harus disesuaikan kepada tujuan dan pelaksanaan ekonomi berencana itu.
Rencana ekonomi 5 tahun Republik Indonesia yang pertama pada tahun 1947. Rencana itu berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bidang ekonomi yang akan diolah terbagi tiga :
• Bidang negara yang melaksanakan yang besar-besar, tertuma yang disebut dengan istilah public utilities
• Bidang kooperasi yang akan mengerjakan yang kecil-kecil mulai darai bawah
• Bidang swasta yang akan bertindak diantara dua bidang sebelumnya, yaitu swasta nasional bekerja sama dengan swasta asing dalam garis yang ditentukan oleh pemerintah
Untuk membiayai Rencana Pembangunan Lima Tahun tersebut, digali sumber-sumber keuangan dari tabungan pemerintah, kredit jangka menengah dan jangka panjang dari bank-bank, penanaman modal dan investasi oleh perusahaan swasta nasional, perusahaan asing serta perusahaan negara, dan bantuan luar negeri berupa bantuan program, bantuan proyek dan bantuan teknik.

D. PRINSIP EKONOMI dan PEMBANGUNAN
Seperti yang kita ketahui, prinsip ekonomi adalah dasar yang dikemukakan dalam ilmu ekonomi, sebagai pengatur segala tindakan ekonomi. Sebelum menjadi prinsip ekonomi dasar ini dikenal sebagai motif ekonomi.
Dan motif ekonomi itu sendiri adalah suatu kenyataan dalam masyarakat yang timbul sebagai akibat dari pertentangan antara keperluan hidup manusia yang banyaknya tidak terbatas dan alat pemuas kebutuhan hidup yang jumlahnya terbatas.
Dalam perusahaan dan dalam segala usaha yang direncanakan dan diperhitungkan untuk mencapai hasil yang sebesar mungkin motif ekonomi itu menjadi prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi tak lain daripada motif ekonomi yang disengaja dirasionalisasi, ditujukan untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya.
Dalam produksi prinsip ekonomi itu tujuannya untuk mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan alat penghasil yang dipakai dalam produksi itu. Dalam transpor yang bekerja menurut prinsip ekonomi harus diusahakan supaya ongkos pengangkutan itu diadakan pada dasar yang semurahnya yang masih dapat diperhitungkan diatas biaya yang tidak boleh tidak harus dibayar untuk melaksanakan pengangkutan itu, terhitung didalamnya ongkos-ongkos penyusutan. Pada dsitribusi pelaksanaan prisnip ekonomi hampir serupa dengan transpor, penimbunan barang terlalu banyak merugikan dan persediaan barang yang tidak pada waktunya akan mnegecewakan.
Bagi kita Indonesia, yang di anugerai Tuhan dengan alam yang kaya serta tanah yang subur, sebagian besar biaya pembangunan itu dapat pula dicabutkan dari hasil minyak tanah, hasil logam lainnya dan hasil hutan kita yang begitu luas. Semua menimbulkan modal yang tidak sedikit, apabila kita pandai melakukan eksploitasi yang rasional dan sejalan dengan prinsip ekonomi, maka akan menimbulkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.


Analisis Penulis
Menurut saya, antara motif ekonomi dan prinsip ekonomi itu sendiri memiliki keterkaitan yang sangat menarik. Dalam segala usaha yang direncanakan, maka motif ekonomi akan menjadi prinsip ekonomi. Karena prinsip ekonomi tidak lain merupakan motif ekonomi yang sengaja dirasionalisasi yang ditujukan untuk mencapai hasil yang maskimal.
Jadi menurut saya, motif ekonmi yang diartikan sebagai bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas, terjadi pertentangan dengan alat pemuas kebutuhan yang terbats jumlahnya, sehingga dengan motif ekonomi ini, kita bisa merasionalkannya dalam hidup menjadi prinsip ekonomi, yaitu dengan pengorbanan tertentu, kita akan mengharapkan keuntungan yang maksimal.
Sehingga antara motif ekonomi dan prisnip ekonomi merupkan kausalitas yang terjadi dari akibat pemenuhan kebutuhan dalam hidup. Sehingga bukan lagi untuk memperoleh keperluan atau kebutuhan dalam hidup yang menjadai tujuan ekonomi, melainkan berubah menjadi menjadi pencarian keuntungan yang semaksimal mungkin



DAFTAR PUSTAKA


Hatta Muhammda, Membangun Ekonomi Indoensia, Inti Idayu press, Jakarta, 1985
Read more ...

Pelaku dan Politik ekonomi Indonesia

A. SISTEM dan POLITIK PEREKONOMIAN INDONESIA
1.Moral Ekonomi dan Politikal Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD1945 bukanlah sitem ekonomi liberal ala politikal ekonomi mazhab klasik dan neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi indonesia bersemi serta berkembang pada diri pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekkan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sebagimana yang dislogakan di Eropa Barat.Sebaliknya yang dirasakan di Indonesia adalah pemerasan kaum buruh, perampasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan perkosaan dasar-dasar perikemanusiaan.
Bung Hatta sudah mengantisipasi praktek perekonomian semacam ini, dia membedakan tujuan pembangunan jangka panjang dengan politik kemakmuran jangka pendek.
Politik perekonomian berjangka panjang yang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita pada masa datang, apabila buahnya nyata memperbaikikeadaan rakyat dan memecahkan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu smentara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya.
2. Koperasi sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
Dewasa ini para pemimpin kita sering mangatkan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru perekonomian indonesia. Yang dimaksud dengan sokoguru sendiri menurut bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Didalam perekonomian nasional ada tiga pelaku ekonomi nasional, yaitu :
• Koperasi
• BUMN
• Swasta
Dan dalam keadaaan Indonesia pada waktu itu, menurut Bung Hatta hanya pemerintah yang sanggup melaksanakan pembangunan yang besar-besar atau agak besar.
Jadi pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyangga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan struktur ekonomi kapitalis liberal yang ditinggalkan pemerintah penjajah Belanda.
Namun mengapa selama bertahun-tahun sejak pembangunan REPELITA, koperasi nampak masih tersendat-sendat, belum bisa menjadi tiang-tiang utama penyangga perekonomian rakyat.
Mungkin salah satu sebabnya adalah pemerintah yang telah bertekad mewujudkan sistem ekonomi koperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakikat perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi pasar. Sebagai sistem ekonomi pasar, kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita justru cenderung menggunakan kebijakan yang bertolak dari sistem komando (regulasi) dan sistem monopoli.
Dengan kata lain, koperasi tidak akan bisa berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah. Dan koperasi juga tidak akan bisa berkembang bila ia diberi rupa hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan segingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang lebih efisien.
3. Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
Yang dimaksud dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar rakyat. Tetapi dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perorangan. Bumi dan air dan kekayaan alam lainnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara, yaitu :
1. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
2. Penguasaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya
3. Pemelliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar
4. Penyediaan lapangan kerja
Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan ada pada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, inilah prinsip demokrasi ekonomi.
4.Mewujudkan Keadilan Sosial
Keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai. Sehingga seperti yang dikatakn Bung Hatta :
“Negeri belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran ditengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan menjadi tiang masyarakat di masa datang terlantar hidupnya”.

B. PASAL 33 UUD 1945, KOPERASI, dan SISTEM EKONOMI INDONESIA
1. Bentuk atau Jiwa
Dalam pasa 33 ayat 1 UUD 194 banyak yang memperdebatkan arti kata bangun, bentuk atau jiwa. Jadi jika kata tersebut beraryti “bangun”, dengan demikian, arti kata bangun dalam penjelasan pasal 33 ini sangat tergantung pada kata koperasi. Andaikan benar bahwa yang dimaksud dengan “bangun” sama dengan “jiwa”, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah : ciri-ciri apakah yang harus dimmiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki jiwa koperasi?
Dari pernyataan Bung Hatta, dapat dirumuskan lima ciri utama perusahaan yang berjiwa koperasi, yaitu:

A. SISTEM dan POLITIK PEREKONOMIAN INDONESIA
1.Moral Ekonomi dan Politikal Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD1945 bukanlah sitem ekonomi liberal ala politikal ekonomi mazhab klasik dan neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi indonesia bersemi serta berkembang pada diri pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekkan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sebagimana yang dislogakan di Eropa Barat.Sebaliknya yang dirasakan di Indonesia adalah pemerasan kaum buruh, perampasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan perkosaan dasar-dasar perikemanusiaan.
Bung Hatta sudah mengantisipasi praktek perekonomian semacam ini, dia membedakan tujuan pembangunan jangka panjang dengan politik kemakmuran jangka pendek.
Politik perekonomian berjangka panjang yang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita pada masa datang, apabila buahnya nyata memperbaikikeadaan rakyat dan memecahkan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu smentara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya.
2. Koperasi sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
Dewasa ini para pemimpin kita sering mangatkan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru perekonomian indonesia. Yang dimaksud dengan sokoguru sendiri menurut bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Didalam perekonomian nasional ada tiga pelaku ekonomi nasional, yaitu :
• Koperasi
• BUMN
• Swasta
Dan dalam keadaaan Indonesia pada waktu itu, menurut Bung Hatta hanya pemerintah yang sanggup melaksanakan pembangunan yang besar-besar atau agak besar.
Jadi pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyangga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan struktur ekonomi kapitalis liberal yang ditinggalkan pemerintah penjajah Belanda.
Namun mengapa selama bertahun-tahun sejak pembangunan REPELITA, koperasi nampak masih tersendat-sendat, belum bisa menjadi tiang-tiang utama penyangga perekonomian rakyat.
Mungkin salah satu sebabnya adalah pemerintah yang telah bertekad mewujudkan sistem ekonomi koperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakikat perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi pasar. Sebagai sistem ekonomi pasar, kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita justru cenderung menggunakan kebijakan yang bertolak dari sistem komando (regulasi) dan sistem monopoli.
Dengan kata lain, koperasi tidak akan bisa berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah. Dan koperasi juga tidak akan bisa berkembang bila ia diberi rupa hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan segingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang lebih efisien.
3. Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
Yang dimaksud dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar rakyat. Tetapi dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perorangan. Bumi dan air dan kekayaan alam lainnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara, yaitu :
1. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
2. Penguasaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya
3. Pemelliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar
4. Penyediaan lapangan kerja
Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan ada pada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, inilah prinsip demokrasi ekonomi.
4.Mewujudkan Keadilan Sosial
Keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai. Sehingga seperti yang dikatakn Bung Hatta :
“Negeri belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran ditengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan menjadi tiang masyarakat di masa datang terlantar hidupnya”.

B. PASAL 33 UUD 1945, KOPERASI, dan SISTEM EKONOMI INDONESIA
1. Bentuk atau Jiwa
Dalam pasa 33 ayat 1 UUD 194 banyak yang memperdebatkan arti kata bangun, bentuk atau jiwa. Jadi jika kata tersebut beraryti “bangun”, dengan demikian, arti kata bangun dalam penjelasan pasal 33 ini sangat tergantung pada kata koperasi. Andaikan benar bahwa yang dimaksud dengan “bangun” sama dengan “jiwa”, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah : ciri-ciri apakah yang harus dimmiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki jiwa koperasi?
Dari pernyataan Bung Hatta, dapat dirumuskan lima ciri utama perusahaan yang berjiwa koperasi, yaitu:
1. Koperasi adalah persekutuan cita-cita, tidak semata-mata persekutuan orang, dan jelas bukan persekutuan modal
2. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
3. Koperasi tidak mengenal pertentangan antara majikan dan buruh. Semua yang bekerja adalah anggota
4. Tiap-tiap anggota koperasi memilki hak suara yang sama
5. Keuntungan koperasi dibagi menurut jas, bukan menurut besarnya modal.
2. Wilayah Ekonomi dan Peranan Negara
Berbeda dari pasal 33 ayat 1, yang berbicara mengenai susunan perekonomian dan bentuk perusahaan yang sesuai dengan susunan perekonomian itu, maka pasal 33 ayat 2 berbicara mengenai pembagian wilayah ekonomi serta peranan negara dalam perekonomian Indonesia. Yang berbunyi, “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Di dalam bunyi tersebut, terdapat dua perbedaan kata, yaitu terletak pada “dikuasai” dan “tidak dikuasai” oleh negara. Oleh karena itu, pertanyaan yang perlu dijawab sehubungan dengan pasal ini adalah, “Apakah arti kata dikuasai dalam pasal tersebut ?
Menurut Bung hatta, yang dimaksud dengan “dikuasai” dalam psal ini bukanlah diselenggarakan ataupun dimiliki oleh negara, melainkan diawasi (dikontrol) dan diatur oleh negara. Dengan demikian, pasal ini menyatakan, “disamping terdapat cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yang penyelenggaraannya diawasi dan diatur oleh negara”, dalam perekonomian Indonesia juga terdapat “cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak, yang penyelenggaraannya tidak diawasi dan diatur oleh negara”.
3. Sistem Ekonomi Indonesia
Adapun ciri sistem ekonomi Indonesia menurut pasal 33 UUD 1945 sebagaimana dapat disimpulkan dari penjelasan pasala 33 ayat 1, 2, dan 3, adalah sebagai berikut :
1. Perekonomian terbagi dalam dua sektor wilayah :
a) Wilayah sektor formal, terdiri atas :
1) Wilayah cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
2) Wilayah cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
b) Wilayah sektor informal, disebut juga sebagai wilayah cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak
2. Kecuali dalam wilayah cabang-cabang produksi yang penting bagi negar, peranan pemerintah dalam perekonomian lebih dititik-beratkan sebagai pengawas dan pengatur
3. Koperasi merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang beroperasi dalam wilayah cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
4. Ruang gerak usaha-usaha swasta yang tidak berbentuk koperasi terbatas pada wilayah cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak
5. Penentuan harga lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar.

C. BUMN dan PASAL 33 UUD 1945
1. Pasal 33
Banyak tulisan dan pendapat yang dikemukakan bahwa, Pasal 33 UUD 1945 menunjuk pada adanya tiga unsur pelaksana demokrasi ekonomi, yaitu koperasi, swasta, dan BUMN, sehingga kehadiran BUMN tidak dapat dipisahkan dari makna UUD 1945 umumnya, pasal 33 khususnya.
Bung Hatta menjelaskan bahwa, koperasi membangun mulai dari bawah, mendahulukan yang kecil, pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar, dan diantara keduanya swata bergerak.
Dari perumusan diatas, timbul kecenderungan untuk melihat bahwa pembagian antara usaha koperasu, usaha swasta, dan usaha negara didasarkan pada kepentingan dan kemampuan.
2. Posisi BUMN
Bentuk-bentuk usaha negara diatur dalam Undang-Undang No. 9/969 yang menyatakan bahwa usaha-usaha negara berbentuk perusahaan. Dengan demikian perusahaan adalah usaha negara. Undang-undang tersebut membedakan 3 macam bentuk perusahaan, yaitu, perusahaan jawatang (Perjan), perusahaan umum (Perum), dan perusahaan perseroan (Persero).
Sumber daya keuangan sama-sama diperlukan dalam tiga bentuk perusahaan ini, namun terlihat ada perbedaan, yaitu untuk Perjan tidak merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan untuk Perum dan Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Antara Perum dan Persero ada perbedaan, yaitu untuk Perum seluruhnya modal negara dan tidak terbagi dalam saham, sedangkan modal Persero dimungkinkan selain dari modal negara yang dipisahkan, juga dapat berasal dari sumber lain, dan terbagi dalam saham-saham.

D. SWASTA BESAR dan PASAL 33 UUD 1945
1.Perusahaan Swasta dalam Pasal 33 UUD 1945
Dibandingkan dengan negara dan koperasi, keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia terasa sangat tidak jelas. Melalui ketiga ayat dalam pasal 33 UUD 1945, tidak ada satu kalimat pun yang bisa ditunjuk sebagai dasar bagi keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia.
Jadi keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia saat ini hanyalah bersifat transisional atau sementara waktu.
2. Peranan Perusahaan Swasta dalam Perekonomian Indonesia
Bila secara konstitusional keberadaaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia hanya bersifat transisional, maka dalam kenyataannya peranan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia justru cenderung semakin meningkat.
Dalam sebuah penelitian, pada sektor industri peranan sektor swasta cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pada sektor-sektor lain tentu terdapat perbedaan dan variasi. Pada sektor keuangan dan perbankkan, sektor pemerintah berada dalam posisi pemimpin. Demikian juga dengan sektor perhubungan udara, tetapi berkebalikan pada sektor perdagangan dan perhubungan laut.
Berdasarkan fakta tersebut , dapat simpulkan, pertama, secara konstitusional keberadaan perusahaan swasta hanya bersifat transisional. Kedua, secara faktual peranan swasta dalam perekonomian Indonesia saat ini cenderung cukup besar dan cenderung bertambah besar.
Sehingga pertanyaan yang timbul adalah peranan apakah yang dapat dimainkan oleh perusahaan swasta, dalam ikut serta mengamalkan amanat pasal 33 UUD 1945?

E. KESEJAHTERAAN SOSIAL dan POLITIK KEMAKMURAN RAKYAT
1. Usaha Bersama dan Asas Kekeluargaan
Sesuai dengan pasal 33 dan penjelasannya, maka perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama (bukan usaha perorangan tetapi lebih bersifat sebagai usaha kolektif) berdasarkan asas kekeluargaan (bukan asas perorangan). Kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-orang. Oleh karena itu bangun perusahaan yang sesuai di dalam perekonomian itu adalah koperasi (bukan korporasi)
Dasar dari demokrasi ekonomi tercantum dalam pasal 33 ini, kemakmuran bagi semua orang, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran haruslah bagi semua orang dan untuk menjamin hal ini, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Oleh karena itu, demi lebih menjamin tercapainya kemakmuran bagi semua orang, maka hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh da di tangan orang seorang.
2. Politik Kemakmuran Rakyat
Asas kekeluargaan adalah asas dimana kepentingan masyrakat adalah yang utama, bukan kepentingan individu, namun harkat dan martabat individu tetap dihormati. Dalam asas kekeluargaan itu, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang.
Demokrasi ekonomi Indonesia menekankan pada pentingnya masalah kemakmuran rakyat : kemakmuran bagi semua orang.
Politik kemakmuran masyarakat harus diarahkan kepada dan dapat menjawab 3 hal pokok berikut ini :
1. Bagaimana meningkatkan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran
2. Bagaimana mengurangi ketidakmerataan untuk mencapai keadilan sosial
3. Bagaimana memerangi kemiskinan untuk mencapai keadaan yang lebih adil dan makmur.
Politik kemakmuran rakyat harusberorientasi kerakyatan. Pola produksi, pola konsumsi, pola investasi, dan pola alokasi teritorial sumber-sumber pembangunan harus berorientasi kepada kepentingan rakyat secara langsung.





Analisis Penulis
Menurut saya, apa-apa yang telah tertuang didalam pasal 33 UUD 1945 yang telah di tuangkan oleh para bapak bangsa kita, khususnya bung hatta, dalam menciptakan sistem perekonomian yang akan dijalankan dalam sistem perekonomian bangsa ini sudah sangat baik.
Seperti yang kita lihat dalam pembahasan pasal 33 UUD 1945 pasal 2, yang berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, didalam setiap kalimat yang ada didalam pasal tersebut kita dapat melihat, bahwa dalam merancang pasal ini, para pemikirnya sudah memikirkan sumber-sumber produksi yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak, haruslah dikuasai negara, karena jika hal-hal tersebut dikuasai oleh orang perorangan, tentu pemerataan terhadapa sumber daya yang kita miliki yang akan kita nikmati itu tidak dapat tercapai, karena jika dikuasai oleh perorangan, mereka hanya berorientasi pada keuntungan (profit oriented), tapi hal positifnya akan timbul persaingan antar perseorangan / swasta tersbut untuk menghasilkan output yang lebih berkualitas, sehingga output yang dihasilkan lebih baik.
Selanjutnya, jika kita melihat apa yang dikembangkan Bung Hatta dengan koperasi, koperasi harus bisa menjadi sokoguru dalam perekonomian Indonesia. Memang untuk bangsa yang sedang berkembang seperti Indonesia, koperasi memang merupakan alternatif terbaik yang dapat digunakan dal;am perekonomian, karena jika kita melihat, kebanyakan warga negara kita, hidup di garis menengah kebawah, sehingga koperasi sangat cocok untuk menunjang perekonomian bangsa. Karena sesuai dengan asas koperasi yaitu kekeluargaan, yang manfaatnya dirasakan para anggotanya
Jadi menurut saya, pemerintah yang ingin mewujudkan sistem ekonomi koperasi untuk kesejahteraan rakyat, saya merasa kurang tepat, karena didalam sistem ekonomi yang seperti tersebut, campur tangan pemerintah masih cukup banyak, sehingga sistem ekonomi pasar tidak akan dapat berkembang, dan jika sistem ekonomi pasar tidak dapat berkembang, maka sistem perekonomian pun akan sulit berkembang, karena terlalu banyknya campur tangan pemerintah didalam pereknomian tersebut, sehingga koperasi hanya dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah didalm perekonomian itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA


Mubyarto, dan Revrisond Baswir, Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia, Liberti, Yogyakarta, 1989
Read more ...

Prospek perekonomian indonesia dalm rngka globalisasi

A. ARAH KEBIJAKSANAAN MAKRO PEMERINTAH DALAM MENGANTISIPASI PASAR GLOBAL
1.Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan ekonomi makro didasarkan pada Trilogi Pembangunan, yaitu, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi seiring dengan meningkatnya pemerataan pembangunan dan hasilnya akan semakin meluas dan didukungnya stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Untuk itu, sisi penawaran dan permintaan dalam perekonomian diupayakan secara serasi, seimbang, dan dinamis.
Sisi penawaran perekonomian dikendalikan melalui pengembangan kebijksanaan sektorr riil, seperti deregulasi dan debirokaratisasi. Kebijakan dibidang penanaman modal diarahkan untuk makin mendorong penanaman modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri, dalam rangka memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta memperluas kesempatan usahan dan lapangan kerja bagi masyarakat.
Khusus mengenai kebijaksanaan ekspor, pemerintah sejak tahun 1983 berupaya untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara yang berasal dari ekspor migas serta mengembnagkan berbagai sektor unggulan diluar migas.
Sisi permintaan ekonomi dikendalikan melaui pengembangan kebijksanaan sektor keuangan, yaitu keuangan negara, moneter, dan nilai tukar mata uang. Kebijaksanaan keuangan negara dan neraca pembayaran diupayakan tetap seimbang dan saling mendukung dalam rangka pengelolaan permintaan agregat. Kebijakan keuangan negara tetap didasarkan pada anggaran belanja berimbnag dan dinamis dalam rangka memantapkan stabilitas ekonomi. Dan memungkinkan dibentuknya Cadangan Anggaran Pembangunan (CAP) pada masa penerimaan negara melibihi dari yang direncanakan.
2. Kebijaksanaan Pengembnagan Sumber Daya Manusia
Dalam kerangka dasar pengembangansumber daya manusia, dua aspek penting sebagai masukan (input) produktivitas adalah pendidikan dan faktor kesehatan. Karena pendekatan ini pertama-tama dikembnagkan oleh para ekonom, maka faktor-faktor yang bersifat unmeasurable seperti etos kerja, motivasi, dan lain sebagainya, dimasukkan dalam aspek pendidikan. Disamping itu, upah atau penghargaan juga dipandang sebagai faktor penting dalam penoingkatan produktivitas.
3. Kebijaksanaan Pendidikan dan Latihan
Pemberian pendidikan dan latihan akan berdampak pada penigkatan pengetahuan dan keterampilan, yang pada gilirannya akan berdampak pula pada perbaikan penampilan dalam melakukan pekerjaan. Perbaikan penampilan ini dalam ekonomi berarti terjadi penigkatan output yang dihasilkan.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat disertai dengan fenomena globalisasi perdagangan dan investasi, akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam menunjang peningkatan ekspor. Akan tetapi, kebutuhan tersebut kurang ditunjang oleh tersedianya tenaga terampil melaui pendidikan maupun pelatihan yang ada.
Maka dari itu, pemerintah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusan dengan peningkatan anggaran pendidikan, peningkatan peran serta swasta dan masyarakat, serta membuka kesempatan kepada institusi asing untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

B. GLOBALISASI PEREKONOMIAN dan PROSPEK PERDAGANGAN INDONESIA 1996
1. Kondisi Perekonomian Nasional Indonesia
Kondisi ekonomi Indonesia telah tumbuh dengan cepat sejak akhir dekade 1980. Setelah mengalami masa resesi pada awal sampai pertengahan tahun 1980, dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 2,5% pertahun, ekonomi Indonesia telah tumbuh rata-rata diatas 5% setelah tahun 1987 sampai tahun 1994 lalu.
Kestabilan kinerja perekonomian Indoensia ini tidak terlepas dari kebijakan makro baik dibidang ekonomi seperti menggalakkan ekspor nonmigas, kemudahan investasi, maupun kebijakan non ekonomi seperti pengembangan SDM, pengupahan, deregulasi, dan debirokratisasi.
Sejak tahun 1983 pemerintah berupaya keras untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara yang berasal dari ekspor migas serta mengembangkan berbagai sektor unggulan diluar migas. Di bidang investasi, kemudahan dan iklim investasi yang lebih menarik memberi dampak pada makin meningkatnya nilai persetujuan investasi baik PMDM mauoun PMA.
2. Prospek Ekonomi dan Perdagangan pada Tahun 1996
Ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian pada tahun 1996, yaitu :

A. ARAH KEBIJAKSANAAN MAKRO PEMERINTAH DALAM MENGANTISIPASI PASAR GLOBAL
1.Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan ekonomi makro didasarkan pada Trilogi Pembangunan, yaitu, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi seiring dengan meningkatnya pemerataan pembangunan dan hasilnya akan semakin meluas dan didukungnya stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis. Untuk itu, sisi penawaran dan permintaan dalam perekonomian diupayakan secara serasi, seimbang, dan dinamis.
Sisi penawaran perekonomian dikendalikan melalui pengembangan kebijksanaan sektorr riil, seperti deregulasi dan debirokaratisasi. Kebijakan dibidang penanaman modal diarahkan untuk makin mendorong penanaman modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri, dalam rangka memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta memperluas kesempatan usahan dan lapangan kerja bagi masyarakat.
Khusus mengenai kebijaksanaan ekspor, pemerintah sejak tahun 1983 berupaya untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara yang berasal dari ekspor migas serta mengembnagkan berbagai sektor unggulan diluar migas.
Sisi permintaan ekonomi dikendalikan melaui pengembangan kebijksanaan sektor keuangan, yaitu keuangan negara, moneter, dan nilai tukar mata uang. Kebijaksanaan keuangan negara dan neraca pembayaran diupayakan tetap seimbang dan saling mendukung dalam rangka pengelolaan permintaan agregat. Kebijakan keuangan negara tetap didasarkan pada anggaran belanja berimbnag dan dinamis dalam rangka memantapkan stabilitas ekonomi. Dan memungkinkan dibentuknya Cadangan Anggaran Pembangunan (CAP) pada masa penerimaan negara melibihi dari yang direncanakan.
2. Kebijaksanaan Pengembnagan Sumber Daya Manusia
Dalam kerangka dasar pengembangansumber daya manusia, dua aspek penting sebagai masukan (input) produktivitas adalah pendidikan dan faktor kesehatan. Karena pendekatan ini pertama-tama dikembnagkan oleh para ekonom, maka faktor-faktor yang bersifat unmeasurable seperti etos kerja, motivasi, dan lain sebagainya, dimasukkan dalam aspek pendidikan. Disamping itu, upah atau penghargaan juga dipandang sebagai faktor penting dalam penoingkatan produktivitas.
3. Kebijaksanaan Pendidikan dan Latihan
Pemberian pendidikan dan latihan akan berdampak pada penigkatan pengetahuan dan keterampilan, yang pada gilirannya akan berdampak pula pada perbaikan penampilan dalam melakukan pekerjaan. Perbaikan penampilan ini dalam ekonomi berarti terjadi penigkatan output yang dihasilkan.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat disertai dengan fenomena globalisasi perdagangan dan investasi, akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam menunjang peningkatan ekspor. Akan tetapi, kebutuhan tersebut kurang ditunjang oleh tersedianya tenaga terampil melaui pendidikan maupun pelatihan yang ada.
Maka dari itu, pemerintah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusan dengan peningkatan anggaran pendidikan, peningkatan peran serta swasta dan masyarakat, serta membuka kesempatan kepada institusi asing untuk berpartisipasi dalam dunia pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

B. GLOBALISASI PEREKONOMIAN dan PROSPEK PERDAGANGAN INDONESIA 1996
1. Kondisi Perekonomian Nasional Indonesia
Kondisi ekonomi Indonesia telah tumbuh dengan cepat sejak akhir dekade 1980. Setelah mengalami masa resesi pada awal sampai pertengahan tahun 1980, dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 2,5% pertahun, ekonomi Indonesia telah tumbuh rata-rata diatas 5% setelah tahun 1987 sampai tahun 1994 lalu.
Kestabilan kinerja perekonomian Indoensia ini tidak terlepas dari kebijakan makro baik dibidang ekonomi seperti menggalakkan ekspor nonmigas, kemudahan investasi, maupun kebijakan non ekonomi seperti pengembangan SDM, pengupahan, deregulasi, dan debirokratisasi.
Sejak tahun 1983 pemerintah berupaya keras untuk mengurangi ketergantungan penerimaan negara yang berasal dari ekspor migas serta mengembangkan berbagai sektor unggulan diluar migas. Di bidang investasi, kemudahan dan iklim investasi yang lebih menarik memberi dampak pada makin meningkatnya nilai persetujuan investasi baik PMDM mauoun PMA.
2. Prospek Ekonomi dan Perdagangan pada Tahun 1996
Ada beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian pada tahun 1996, yaitu :
a) Meningkatnya investasi asing maupun dalam negeri pada tahun sebelumnya, membawa konsekuensi pada peningkatan impor. Kondisi ini menyebabkan defisit transaksi berjalan meningkat.
b) Gambaran incremental capital output ratio(ICOR) dan total factor productivity(TFP) di Indonesia masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti.
c) Perekonomian dunia, terutama negara-negara Asiaz, memperlihatkan kecenderungan yang semakin membaik.

C. DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP MEKANISME KEHIDUPAN SOSIAL MASYARKAT PERKOTAAN
1. Jumlah dan Ukuran Rumah Tangga
Perubahan ukuran rumah tangga erat kaitannya dengan pola fertilitas dan mortalitas dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui, tingkat fertilitas di Indonesia telah menurun dengan sangat drastis sejak dicanangkan gerakan Keluarga Berencana. Demikian juga angka kematian di Indonesia telah mengalami penurunan yang sangat drastis.
Perubahan atau transisi demografi seperti digambarkan tersebut lebih cepat dialami oleh penduduk didaerah perkotaan dibandingkan dengan penduduk di daerah pedesaan. Adanya perbedaan pola transisi ini pada daerah perkotaan dan pedesaan, berdampak pada adanya perbedaan besarnya rumah tangga
Jadi dengan adanya perbedaan antara fertilitas dan mortalitas antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan dapat ditarik kesimpulan dari implikasi tersebut, yaitu :
a) Rumah tangga di daerah kota lebih memiliki kesempatan untuk melakukan investasi terhadap peningkatan kualitas keluarga di bnading di pedesaan
b) Dengan makin mengecilnya ukuran rumah tangga dan jumlah anak dalam rumah tangga, maka wanita di perkotaan mempunyai kesempatan yang lebih tinggi untuk bekerja diluar rumah
c) meningkatnya jumlah rumah tangga di daerah perkotaan membawa dampak pada makin sulitnya pengadaan rumah bagi keluarga
d) rumah tangga di perkotaan lebih mobil dibnadingkan dengan rumah tangga di pedesaaan.
2. Perubahan Lapangan Pekerjaan
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, lapangan pekerjaan penduduk berubah dari yang bersifat primer seperti pertanian, perkebunan, menuju lapangan pekerjaan sekunder seperti industri atau bangunan, dan akhirnya menuju lapangan pekerjaan terseier (jasa dan informasi).
3. Peningkatan Partisipasi Angkatan Kerja Wanita
Sejalan dengan transisi lapangan pekerjaan di perkotaan, maka pola partisipasi angkatan kerja wanita di perkotaan pun akan mengalami perubahan.
Perbedaan karakteristik partisipasi angkatan kerja wanita didaerah perkotaan dan pedesaan tersebut membawa implikasi pada perbedaan sistem nilai dan pandangan hidup anatara kaum wanita pada kedua daerah tersebut.
Meningkatnya proprosi wanita di perkotaan untuk bekerja, berimplikasi pada meningkatnya kemandirian wanita dalam mengambil keputusan, baik dirumah tangga maupun diluar keluarga.

D. PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN DAERAH
1. Pembangunan Daerah
Dalam GBHN 1993 ditegaskan bahwa, pembangunan daerah perlu senantiasa ditingkatkan agar laju pertumbuhan antar daerah semakin seimbang dan serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta hasil-hasilnya semakinmerata di seluruh Indonesia. Ada beberapa kata kunci mengenai pembangunan daerah yang terkandung dalam GBHN, yaitu :
a) Pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi masing-masing daerah
b) Adanya keseimbangan pembangunan antar daerah
Dalam upaya meningkatkan kemampuan daerah, dilaksanakan pembinaan aparatur pemerintah daerah yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan personal dan mematangkan fungsi lembaga pemerintah daerah melalui kerangka ekonomi dareah dan desentralisasi.

E. PENGENTASAN KEMISKINAN
1.Masalah
Definisi kemiskinan sangat penting, karena berpengaruh dalam menentukan arah kebijaksanaan dan memberikan standar evaluasi keberhasilan kebijakan pengentasan kemiskinan.
Pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan merupakan dua sisi permasalahan yang telah diusahakan untuk dipecahkan melalui berbagai pembangunan sektoral dan regional.
Masalah pengurangan kemiskinan lebih merupakan masalah SDM. Langkah-langkah pengurangan under development dan under utization dari SDM merupakan prasyarat utama dalam penyusunan perencanaan penanggulangan kemiskinan tersebut. Hanya dengan upaya-upaya demikian, penduduk miskin akan mampu menguasai faktor-faktor produksi yang diperlukannya dalam meningkatkan taraf hidupnya.
2. Perencanaan Pembangunan dan Kemiskinan
Usaha-usaha untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia pada dsarnya diarahkan pada penyesuaian kebijkan makro ekonomi sehingga mampu menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Langkah-langkah persiapan untuk penurunan kemiskinan, adalah :
a) Usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera
b) Pembangunan keluarga sejahtera dipemukiman transmigrasi
c) Gerakan pembangunan keluarga sejahtera di wilayah tertinggal / kumuh
d) Peningkatan tahapan keluarga pra sejahtera dan sejahtera I
e) Pembangunan kawasan timur Indonesia
f) Gerakan bangga suka desa

F. POTENSI dan KENDALA PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN DITENGAH MITOS-MITOS EKONOMI INDUSTRIAL - KAPITALIS
1. Beberapa Pengertian
Dalam perekonomian nasional yangn berdasarkan pada ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi, peran masyarakat sangat besar. Untuk itu diperlukan program pemberdayaan masyarakat.
a) Ekonomi Kerakyatan
Dari UUD 1945 dan pancasila, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, misi ekonomi kerakyatan yang pokok adalah penyediaan lapangan kerja, serta mewujudkan taraf hidup yang layak bagi seluruh warga negara. Dengan demikian, perekonomian rakyat mengupayakan aspek perekonomian bangsa yang selalu berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
b) Ekonomi Industrial – Kapitalis
Istilah ekonomi industrial-kapitalis sebenarnya berasal dari ekonomi kapitalis dalam lingkup industri. Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan usaha, kecuali dalam kegiatan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, ekonomi industrial-kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu yang melakukan kegiatan ekonomi disektor industri, dengan kemampuan dan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Jadi untuk menjadikan semua para pelaku ekonomi menjadi pelaku yang tangguh, maka prinsip-prinsip demokrasi ekonomi pancasila harus tetap menjadi landasan. Dalam sistem demokrasi ekonomi pancasila, aspek pertumbuhan, pemerataan dan keadilan, baik antar golongan, daerah, maupun sektor usaha menjadi landasan utama
Jadi dengan memasuki era perdagangan dan investasi bebas, semua aspek kehidupanharuslah ditingkatkan, baik yang berupa pengembangan pribadi melalui peningkatan kesehatan, pendidikan formal atau informal, maupun pengembangan organisasi / badan usaha.
Pengembangan disegala bidang ini dilakukan untuk meningkatkan output dengan kualitas terbaik yang dapat dilakukan dengan pengembangan SDM, sistem pemasaran, maupun pengembangan dana. Maka pengembangan ekonomi kerakyatan perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah maupun kalangan swasta sebagai para mitra usahawan kecil.




Analisis Penulis
Menurut saya, dalam rangka globalisasi yang dihadapi oleh bangsa kita seperti sekarang ini, memang sangat diperlukan kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas perkonomian nasional, baik kebijakan makro ataupun kebijakan mikro. Karena dengan kebijakan-kebijakna tersbutlah pemerintah dapat mengontrol, laju atau siklus perekonomian, sehingga dengan adanya kontrol tersebut pengentasan kemiskinan, pemerataan distribusi serta kebutuhan hidup layak bagi setiap warga negara dapat tercapai.
Dan untuk mencapai itu semua, pemerintah harus lebih menggiatkan peningkatan kualitas SDM, karena kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas di era globalisasi sangat menentukan ouput yang dihasilkannya, sehingga jika peningkatan kualitas SDM ini dapat tercapai, maka secara sendirinya kemiskinan yang menjadi maslah utama, akan dapat berkurang, karena permintaan akan tenaga kerja akan meningkat dan lapangan kerja baru terbuka.
Dan seperti yang kita ketahui yang terjadi di bangsa kita, perbedaan antara perkotaan dan pedesaan sangat nampak sekali. Jadi dengan perbedaan ini, kita melihat bahwa, pemerintah belum sepenuhnya dapat melaksnakan apa yang disebut dengan pemerataan ekonomi, karena seperti yang tertuang dalam UUD 2945, setiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Hal ini lah yang belum sepenuhnya dapat dicapai oleh bangsa kita. Tapi saya melihat, kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah, akan berusaha mencapai hal yang demikian itu.
Untuk itu kita sebagai warga negara, sedapat mungkin untuk menyokong progra-program pemerintah, karena yang akan menikmatinya juga kita sendiri. Sehingga dengan demikian, ekonomi kerakyatan yang di gagaskan oleh para pendiri negara kita bisa terlaksana, yang nantinya akan berguna bagi bangsa kita untuk kedepannya dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut kita untuk mempu berfikir secara komperatif dan kompetitif, serta efektif dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA

Tjiptoherrijanto Prijono, Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1995
Read more ...

Pelaku dan politik ekonomi indonesia

A. SISTEM dan POLITIK PEREKONOMIAN INDONESIA
1.Moral Ekonomi dan Politikal Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD1945 bukanlah sitem ekonomi liberal ala politikal ekonomi mazhab klasik dan neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi indonesia bersemi serta berkembang pada diri pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekkan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sebagimana yang dislogakan di Eropa Barat.Sebaliknya yang dirasakan di Indonesia adalah pemerasan kaum buruh, perampasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan perkosaan dasar-dasar perikemanusiaan.
Bung Hatta sudah mengantisipasi praktek perekonomian semacam ini, dia membedakan tujuan pembangunan jangka panjang dengan politik kemakmuran jangka pendek.
Politik perekonomian berjangka panjang yang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita pada masa datang, apabila buahnya nyata memperbaikikeadaan rakyat dan memecahkan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu smentara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya.
2. Koperasi sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
Dewasa ini para pemimpin kita sering mangatkan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru perekonomian indonesia. Yang dimaksud dengan sokoguru sendiri menurut bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Didalam perekonomian nasional ada tiga pelaku ekonomi nasional, yaitu :
• Koperasi
• BUMN
• Swasta
Dan dalam keadaaan Indonesia pada waktu itu, menurut Bung Hatta hanya pemerintah yang sanggup melaksanakan pembangunan yang besar-besar atau agak besar.
Jadi pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyangga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan struktur ekonomi kapitalis liberal yang ditinggalkan pemerintah penjajah Belanda.
Namun mengapa selama bertahun-tahun sejak pembangunan REPELITA, koperasi nampak masih tersendat-sendat, belum bisa menjadi tiang-tiang utama penyangga perekonomian rakyat.
Mungkin salah satu sebabnya adalah pemerintah yang telah bertekad mewujudkan sistem ekonomi koperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakikat perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi pasar. Sebagai sistem ekonomi pasar, kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita justru cenderung menggunakan kebijakan yang bertolak dari sistem komando (regulasi) dan sistem monopoli.
Dengan kata lain, koperasi tidak akan bisa berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah. Dan koperasi juga tidak akan bisa berkembang bila ia diberi rupa hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan segingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang lebih efisien.
3. Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
Yang dimaksud dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar rakyat. Tetapi dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perorangan. Bumi dan air dan kekayaan alam lainnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara, yaitu :
1. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
2. Penguasaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya
3. Pemelliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar
4. Penyediaan lapangan kerja
Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan ada pada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, inilah prinsip demokrasi ekonomi.
4.Mewujudkan Keadilan Sosial
Keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai. Sehingga seperti yang dikatakn Bung Hatta :
“Negeri belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran ditengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan menjadi tiang masyarakat di masa datang terlantar hidupnya”.

B. PASAL 33 UUD 1945, KOPERASI, dan SISTEM EKONOMI INDONESIA
1. Bentuk atau Jiwa
Dalam pasa 33 ayat 1 UUD 194 banyak yang memperdebatkan arti kata bangun, bentuk atau jiwa. Jadi jika kata tersebut beraryti “bangun”, dengan demikian, arti kata bangun dalam penjelasan pasal 33 ini sangat tergantung pada kata koperasi. Andaikan benar bahwa yang dimaksud dengan “bangun” sama dengan “jiwa”, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah : ciri-ciri apakah yang harus dimmiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki jiwa koperasi?

A. SISTEM dan POLITIK PEREKONOMIAN INDONESIA
1.Moral Ekonomi dan Politikal Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD1945 bukanlah sitem ekonomi liberal ala politikal ekonomi mazhab klasik dan neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi indonesia bersemi serta berkembang pada diri pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekkan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, sebagimana yang dislogakan di Eropa Barat.Sebaliknya yang dirasakan di Indonesia adalah pemerasan kaum buruh, perampasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan perkosaan dasar-dasar perikemanusiaan.
Bung Hatta sudah mengantisipasi praktek perekonomian semacam ini, dia membedakan tujuan pembangunan jangka panjang dengan politik kemakmuran jangka pendek.
Politik perekonomian berjangka panjang yang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita pada masa datang, apabila buahnya nyata memperbaikikeadaan rakyat dan memecahkan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu smentara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya.
2. Koperasi sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
Dewasa ini para pemimpin kita sering mangatkan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru perekonomian indonesia. Yang dimaksud dengan sokoguru sendiri menurut bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Didalam perekonomian nasional ada tiga pelaku ekonomi nasional, yaitu :
• Koperasi
• BUMN
• Swasta
Dan dalam keadaaan Indonesia pada waktu itu, menurut Bung Hatta hanya pemerintah yang sanggup melaksanakan pembangunan yang besar-besar atau agak besar.
Jadi pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyangga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan struktur ekonomi kapitalis liberal yang ditinggalkan pemerintah penjajah Belanda.
Namun mengapa selama bertahun-tahun sejak pembangunan REPELITA, koperasi nampak masih tersendat-sendat, belum bisa menjadi tiang-tiang utama penyangga perekonomian rakyat.
Mungkin salah satu sebabnya adalah pemerintah yang telah bertekad mewujudkan sistem ekonomi koperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakikat perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi pasar. Sebagai sistem ekonomi pasar, kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita justru cenderung menggunakan kebijakan yang bertolak dari sistem komando (regulasi) dan sistem monopoli.
Dengan kata lain, koperasi tidak akan bisa berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah. Dan koperasi juga tidak akan bisa berkembang bila ia diberi rupa hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan segingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang lebih efisien.
3. Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
Yang dimaksud dengan kemakmuran tidak lain adalah kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar rakyat. Tetapi dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perorangan. Bumi dan air dan kekayaan alam lainnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara, yaitu :
1. Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
2. Penguasaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya
3. Pemelliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar
4. Penyediaan lapangan kerja
Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan ada pada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, inilah prinsip demokrasi ekonomi.
4.Mewujudkan Keadilan Sosial
Keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai. Sehingga seperti yang dikatakn Bung Hatta :
“Negeri belumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran ditengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan menjadi tiang masyarakat di masa datang terlantar hidupnya”.

B. PASAL 33 UUD 1945, KOPERASI, dan SISTEM EKONOMI INDONESIA
1. Bentuk atau Jiwa
Dalam pasa 33 ayat 1 UUD 194 banyak yang memperdebatkan arti kata bangun, bentuk atau jiwa. Jadi jika kata tersebut beraryti “bangun”, dengan demikian, arti kata bangun dalam penjelasan pasal 33 ini sangat tergantung pada kata koperasi. Andaikan benar bahwa yang dimaksud dengan “bangun” sama dengan “jiwa”, maka pertanyaan yang perlu dijawab adalah : ciri-ciri apakah yang harus dimmiliki oleh suatu perusahaan yang memiliki jiwa koperasi?
Dari pernyataan Bung Hatta, dapat dirumuskan lima ciri utama perusahaan yang berjiwa koperasi, yaitu:
1. Koperasi adalah persekutuan cita-cita, tidak semata-mata persekutuan orang, dan jelas bukan persekutuan modal
2. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
3. Koperasi tidak mengenal pertentangan antara majikan dan buruh. Semua yang bekerja adalah anggota
4. Tiap-tiap anggota koperasi memilki hak suara yang sama
5. Keuntungan koperasi dibagi menurut jas, bukan menurut besarnya modal.
2. Wilayah Ekonomi dan Peranan Negara
Berbeda dari pasal 33 ayat 1, yang berbicara mengenai susunan perekonomian dan bentuk perusahaan yang sesuai dengan susunan perekonomian itu, maka pasal 33 ayat 2 berbicara mengenai pembagian wilayah ekonomi serta peranan negara dalam perekonomian Indonesia. Yang berbunyi, “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Di dalam bunyi tersebut, terdapat dua perbedaan kata, yaitu terletak pada “dikuasai” dan “tidak dikuasai” oleh negara. Oleh karena itu, pertanyaan yang perlu dijawab sehubungan dengan pasal ini adalah, “Apakah arti kata dikuasai dalam pasal tersebut ?
Menurut Bung hatta, yang dimaksud dengan “dikuasai” dalam psal ini bukanlah diselenggarakan ataupun dimiliki oleh negara, melainkan diawasi (dikontrol) dan diatur oleh negara. Dengan demikian, pasal ini menyatakan, “disamping terdapat cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yang penyelenggaraannya diawasi dan diatur oleh negara”, dalam perekonomian Indonesia juga terdapat “cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak, yang penyelenggaraannya tidak diawasi dan diatur oleh negara”.
3. Sistem Ekonomi Indonesia
Adapun ciri sistem ekonomi Indonesia menurut pasal 33 UUD 1945 sebagaimana dapat disimpulkan dari penjelasan pasala 33 ayat 1, 2, dan 3, adalah sebagai berikut :
1. Perekonomian terbagi dalam dua sektor wilayah :
a) Wilayah sektor formal, terdiri atas :
1) Wilayah cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
2) Wilayah cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
b) Wilayah sektor informal, disebut juga sebagai wilayah cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak
2. Kecuali dalam wilayah cabang-cabang produksi yang penting bagi negar, peranan pemerintah dalam perekonomian lebih dititik-beratkan sebagai pengawas dan pengatur
3. Koperasi merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang beroperasi dalam wilayah cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak
4. Ruang gerak usaha-usaha swasta yang tidak berbentuk koperasi terbatas pada wilayah cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak
5. Penentuan harga lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar.

C. BUMN dan PASAL 33 UUD 1945
1. Pasal 33
Banyak tulisan dan pendapat yang dikemukakan bahwa, Pasal 33 UUD 1945 menunjuk pada adanya tiga unsur pelaksana demokrasi ekonomi, yaitu koperasi, swasta, dan BUMN, sehingga kehadiran BUMN tidak dapat dipisahkan dari makna UUD 1945 umumnya, pasal 33 khususnya.
Bung Hatta menjelaskan bahwa, koperasi membangun mulai dari bawah, mendahulukan yang kecil, pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar, dan diantara keduanya swata bergerak.
Dari perumusan diatas, timbul kecenderungan untuk melihat bahwa pembagian antara usaha koperasu, usaha swasta, dan usaha negara didasarkan pada kepentingan dan kemampuan.
2. Posisi BUMN
Bentuk-bentuk usaha negara diatur dalam Undang-Undang No. 9/969 yang menyatakan bahwa usaha-usaha negara berbentuk perusahaan. Dengan demikian perusahaan adalah usaha negara. Undang-undang tersebut membedakan 3 macam bentuk perusahaan, yaitu, perusahaan jawatang (Perjan), perusahaan umum (Perum), dan perusahaan perseroan (Persero).
Sumber daya keuangan sama-sama diperlukan dalam tiga bentuk perusahaan ini, namun terlihat ada perbedaan, yaitu untuk Perjan tidak merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, sedangkan untuk Perum dan Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Antara Perum dan Persero ada perbedaan, yaitu untuk Perum seluruhnya modal negara dan tidak terbagi dalam saham, sedangkan modal Persero dimungkinkan selain dari modal negara yang dipisahkan, juga dapat berasal dari sumber lain, dan terbagi dalam saham-saham.

D. SWASTA BESAR dan PASAL 33 UUD 1945
1.Perusahaan Swasta dalam Pasal 33 UUD 1945
Dibandingkan dengan negara dan koperasi, keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia terasa sangat tidak jelas. Melalui ketiga ayat dalam pasal 33 UUD 1945, tidak ada satu kalimat pun yang bisa ditunjuk sebagai dasar bagi keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia.
Jadi keberadaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia saat ini hanyalah bersifat transisional atau sementara waktu.
2. Peranan Perusahaan Swasta dalam Perekonomian Indonesia
Bila secara konstitusional keberadaaan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia hanya bersifat transisional, maka dalam kenyataannya peranan perusahaan swasta dalam perekonomian Indonesia justru cenderung semakin meningkat.
Dalam sebuah penelitian, pada sektor industri peranan sektor swasta cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pada sektor-sektor lain tentu terdapat perbedaan dan variasi. Pada sektor keuangan dan perbankkan, sektor pemerintah berada dalam posisi pemimpin. Demikian juga dengan sektor perhubungan udara, tetapi berkebalikan pada sektor perdagangan dan perhubungan laut.
Berdasarkan fakta tersebut , dapat simpulkan, pertama, secara konstitusional keberadaan perusahaan swasta hanya bersifat transisional. Kedua, secara faktual peranan swasta dalam perekonomian Indonesia saat ini cenderung cukup besar dan cenderung bertambah besar.
Sehingga pertanyaan yang timbul adalah peranan apakah yang dapat dimainkan oleh perusahaan swasta, dalam ikut serta mengamalkan amanat pasal 33 UUD 1945?

E. KESEJAHTERAAN SOSIAL dan POLITIK KEMAKMURAN RAKYAT
1. Usaha Bersama dan Asas Kekeluargaan
Sesuai dengan pasal 33 dan penjelasannya, maka perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama (bukan usaha perorangan tetapi lebih bersifat sebagai usaha kolektif) berdasarkan asas kekeluargaan (bukan asas perorangan). Kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-orang. Oleh karena itu bangun perusahaan yang sesuai di dalam perekonomian itu adalah koperasi (bukan korporasi)
Dasar dari demokrasi ekonomi tercantum dalam pasal 33 ini, kemakmuran bagi semua orang, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran haruslah bagi semua orang dan untuk menjamin hal ini, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Oleh karena itu, demi lebih menjamin tercapainya kemakmuran bagi semua orang, maka hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh da di tangan orang seorang.
2. Politik Kemakmuran Rakyat
Asas kekeluargaan adalah asas dimana kepentingan masyrakat adalah yang utama, bukan kepentingan individu, namun harkat dan martabat individu tetap dihormati. Dalam asas kekeluargaan itu, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang.
Demokrasi ekonomi Indonesia menekankan pada pentingnya masalah kemakmuran rakyat : kemakmuran bagi semua orang.
Politik kemakmuran masyarakat harus diarahkan kepada dan dapat menjawab 3 hal pokok berikut ini :
1. Bagaimana meningkatkan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran
2. Bagaimana mengurangi ketidakmerataan untuk mencapai keadilan sosial
3. Bagaimana memerangi kemiskinan untuk mencapai keadaan yang lebih adil dan makmur.
Politik kemakmuran rakyat harusberorientasi kerakyatan. Pola produksi, pola konsumsi, pola investasi, dan pola alokasi teritorial sumber-sumber pembangunan harus berorientasi kepada kepentingan rakyat secara langsung.
















Analisis Penulis
Menurut saya, apa-apa yang telah tertuang didalam pasal 33 UUD 1945 yang telah di tuangkan oleh para bapak bangsa kita, khususnya bung hatta, dalam menciptakan sistem perekonomian yang akan dijalankan dalam sistem perekonomian bangsa ini sudah sangat baik.
Seperti yang kita lihat dalam pembahasan pasal 33 UUD 1945 pasal 2, yang berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, didalam setiap kalimat yang ada didalam pasal tersebut kita dapat melihat, bahwa dalam merancang pasal ini, para pemikirnya sudah memikirkan sumber-sumber produksi yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak, haruslah dikuasai negara, karena jika hal-hal tersebut dikuasai oleh orang perorangan, tentu pemerataan terhadapa sumber daya yang kita miliki yang akan kita nikmati itu tidak dapat tercapai, karena jika dikuasai oleh perorangan, mereka hanya berorientasi pada keuntungan (profit oriented), tapi hal positifnya akan timbul persaingan antar perseorangan / swasta tersbut untuk menghasilkan output yang lebih berkualitas, sehingga output yang dihasilkan lebih baik.
Selanjutnya, jika kita melihat apa yang dikembangkan Bung Hatta dengan koperasi, koperasi harus bisa menjadi sokoguru dalam perekonomian Indonesia. Memang untuk bangsa yang sedang berkembang seperti Indonesia, koperasi memang merupakan alternatif terbaik yang dapat digunakan dal;am perekonomian, karena jika kita melihat, kebanyakan warga negara kita, hidup di garis menengah kebawah, sehingga koperasi sangat cocok untuk menunjang perekonomian bangsa. Karena sesuai dengan asas koperasi yaitu kekeluargaan, yang manfaatnya dirasakan para anggotanya
Jadi menurut saya, pemerintah yang ingin mewujudkan sistem ekonomi koperasi untuk kesejahteraan rakyat, saya merasa kurang tepat, karena didalam sistem ekonomi yang seperti tersebut, campur tangan pemerintah masih cukup banyak, sehingga sistem ekonomi pasar tidak akan dapat berkembang, dan jika sistem ekonomi pasar tidak dapat berkembang, maka sistem perekonomian pun akan sulit berkembang, karena terlalu banyknya campur tangan pemerintah didalam pereknomian tersebut, sehingga koperasi hanya dipakai sebagai alat kebijakan pemerintah didalm perekonomian itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA


Mubyarto, dan Revrisond Baswir, Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia, Liberti, Yogyakarta, 1989
Read more ...

KRISIS MONETER INDONESIA

A. Awal Krisis moneter indonesia
Krisis moneter Indonesia disebabkan oleh dan berawal dari kebijakan pemerintah thailand di bulan juli 1997 untuk mengambangkan mata uang Thailan “Bath” terhadap Dollar Amerika. Selama itu mata uang Bath dan Dollar Amerika dikaitkan satu sama lain dengan satu kurs yang tetap.Devaluasi yang mendadak dari Bath ini menimbulkan tekanan terhadap mata uang-mata uang negara ASEAN dan menjalarlah tekanan Devaluasi dsi wilayah ASEAN.
Indonesia yang mengikuti sistem mengambang terkendali, pada awalnya bertahan dengan memperluas “band” pengendalian/intervensi, namun di medio bulan agustus 1997 terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui sistem “band” tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli 1998, dalam setahun Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti dengan kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami depresi ekonomi. Ditahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot menjadi (-13.7%) dan pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997). Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia banyak meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut — level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasa membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11), yaitu :
1. akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan
2. kelemahan pada sistim perbankan
3. masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat.
4. ketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu


B. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Perekonomian Indonesia
Dengan kondisi fundamental ekonomi mikro seperti tersebut di atas, gejolak nilai tukar, yang sebenarnya hanya merupakan efek penularan (contagion effect) dari yang terjadi di Thailand, telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah. Kondisi stagflasi dan instabilitas mewarnai ekonomi Indonesia, khususnya pada periode selama tahun 1998. Penurunan nilai tukar rupiah yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor. Para pengusaha mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri yang segera harus dipenuhinya.

A. Awal Krisis moneter indonesia
Krisis moneter Indonesia disebabkan oleh dan berawal dari kebijakan pemerintah thailand di bulan juli 1997 untuk mengambangkan mata uang Thailan “Bath” terhadap Dollar Amerika. Selama itu mata uang Bath dan Dollar Amerika dikaitkan satu sama lain dengan satu kurs yang tetap.Devaluasi yang mendadak dari Bath ini menimbulkan tekanan terhadap mata uang-mata uang negara ASEAN dan menjalarlah tekanan Devaluasi dsi wilayah ASEAN.
Indonesia yang mengikuti sistem mengambang terkendali, pada awalnya bertahan dengan memperluas “band” pengendalian/intervensi, namun di medio bulan agustus 1997 terpaksa melepaskan pengendalian/intervensi melalui sistem “band” tersebut. Rupiah langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli 1998, dalam setahun Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti dengan kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran sekitar 90% pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami depresi ekonomi. Ditahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot menjadi (-13.7%) dan pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya (1997). Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia banyak meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut — level efektifitas hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.
Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah, menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.
Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.
Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasa membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan (World Bank, 1998, pp. 1.7 -1.11), yaitu :
1. akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997, sehingga l.k. 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan
2. kelemahan pada sistim perbankan
3. masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat.
4. ketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu


B. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Perekonomian Indonesia
Dengan kondisi fundamental ekonomi mikro seperti tersebut di atas, gejolak nilai tukar, yang sebenarnya hanya merupakan efek penularan (contagion effect) dari yang terjadi di Thailand, telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah. Kondisi stagflasi dan instabilitas mewarnai ekonomi Indonesia, khususnya pada periode selama tahun 1998. Penurunan nilai tukar rupiah yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor. Para pengusaha mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri yang segera harus dipenuhinya. Pemutusan hubungan kerja juga sangat mewarnai ekonomi Indonesia pada saat itu sebagai dampak semakin banyaknya perusahaan mengurangi aktivitas, atau bahkan menghentikan produksinya. Pada saat yang bersamaan, kenaikan laju inflasi yang tinggi (77,6%) dan penurunan penghasilan masyarakat akibat merosotnya kegiatan ekonomi (kontraksi 13.7%) telah mengakibatkan menurunnya daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat serta memperluas kantong-kantong kemiskinan.
Di sektor perbankan, depresiasi rupiah yang kemudian diikuti oleh kenaikan suku bunga sebagai konsekuensi upaya penstabilan harga dan nilai tukar rupiah telah memperburuk kinerja debitur sehingga kredit bermasalah semakin membengkak. Bank-bank terpaksa menanggung marjin bunga bersih (net interest margin) negatif sebagai akibat peningkatan suku bunga dana yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan suku bunga pinjaman. Situasi tersebut telah meningkatkan kerugian bank, yang pada akhirnya mengikis permodalan bank sehingga hampir semua bank mengalami kekurangan modal. Terpuruknya sektor perbankan yang mengakibatkan terganggunya fungsi intermediasi membawa dampak yang lebih jauh, yaitu menipisnya sumber dana bagi kegiatan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil dan koperasi. Di lain pihak, bank-bank juga cenderung menanamkan dananya di pasar uang antar bank (PUAB) dan Sertipikat Bank Indonesia (SBI) daripada di sektor riil yang dipandang mengandung risiko kredit lebih tinggi.
Begitu besarnya dampak negatif dari krisis ekonomi tersebut, sehingga berbagai permasalahan non-ekonomi yang sangat berat dan mendasar pun muncul dalam waktu yang relatif bersamaan. Kerusuhan sosial telah menyebabkan berbagai kerusakan, baik di sektor produksi dan jaringan distribusi, yang berdampak pada memburuknya iklim usaha di Indonesia. Jaringan distribusi yang tidak sepenuhnya berfungsi, disertai dengan panic buying telah menyebabkan munculnya ekspektasi masyarakat akan kenaikan harga-harga secara berkelanjutan. Kesemuanya itu selanjutnya telah menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat, domestik maupun internasional, terhadap prospek ekonomi Indonesia. Sementara itu, prospek ekonomi di kawasan lain, khususnya Amerika Serikat, sangat menjanjikan. Akibatnya, modal asing, yang selama ini turut membiayai pembangunan ekonomi Indonesia,
keluar secara bersamaan dan dalam jumlah besar-besaran.

C. Kebijakan Pemerintah Mengatasi Krisis
Krisis ekonomi dengan berbagai dampak negatif sebagaimana telah diuraikan di atas,
secara serius telah diupayakan untuk diatasi dengan melaksanakan kebijaksanaan ekonomi baik yang bersifat makro maupun mikro. Dalam jangka pendek kebijaksanaan ekonomi tersebut memiliki dua sasaran strategis, yaitu pertama, mengurangi dampak negatif dari krisis tersebut terhadap kelompok penduduk berpendapatan rendah dan rentan; dan kedua, pemulihan pembangunan ekonomi ke jalur petumbuhan yang tinggi. Kedua tugas tersebut sangat penting antara lain karena:
1. Meluasnya pengangguran akibat krisis yang terjadi di satu pihak dapat memicu timbulnya kerusuhan sosial, sementara di lain pihak apabila berlangsung lama dapat menurunkan daya saing angkatan kerja, karena mereka tidak mampu lagi menguasai perkembangan ketrampilan baru yang sangat diperlukan.
2. Kapasitas produksi baik pada industri pengolahan maupun sarana dan prasarana pengangkutan, komunikasi, serta energi yang menganggur tanpa pemeliharaan yang baik akan menjadi rusak.
3. Meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya secara berlanjut, pada gilirannya akan menambah jumlah penduduk miskin karena daya beli mereka akan terus merosot.
4. Kemunduran dalam pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama bagi putra putri penduduk berpendapatan rendah, akan mengganggu upaya pemberdayaan kelompokpenduduk tersebut di masa datang.


1. Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya
menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui
kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi defisit
anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri.
Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya permintaan aggregat, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.

2. Kebijaksanaan Ekonomi Mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain,
a. untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan
pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah;
b. menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan lembaga perbankan;
c. merestrukturisasi hutang luar negeri;
d. mereformasi struktural di sektor riil; dan
e. mendorong ekspor.

a. Jaring Pengaman Sosial
Dalam kaitan ini berbagai langkah telah dilakukan untuk menambah alokasi anggaran rutin (khususnya untuk subsidi bahan bakar minyak, listrik dan berbagai jenis makanan kebutuhan pokok), mempertajam prioritas alokasi dan meningkatkan efisiensi anggaran pembangunan.
Hal ini dilakukan melalui peninjauan kembali terhadap program dan kegiatan proyek
pembangunan, antara lain, dengan:
1) menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak;
2) melakukan realokasi dan menyediakan tambahan anggaran untuk bidang pendidikan dan kesehatan;
3) memperluas penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang kehilangan pekerjaan, yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan serta perbaikan dan pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan dan irigasi, yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi; dan
4) memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien yang sekaligus meningkatkan partisipasi peranan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.
Sebagai akibat dari peninjauan kembali seluruh program dan kegiatan proyek pembangunan, total anggaran dalam revisi APBN untuk sektor pertanian, pengairan, perdagangan dan pengembangan usaha, pembangunan daerah, pendidikan, kesehatan, perumahan dan permukiman, dalam tahun anggaran 1998/99 tidak hanya mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan dengan APBN sebelum revisi, tapi secara riil juga lebih besar dari realisasi anggaran pembangunan tahun 1997/98, sedangkan alokasi anggaran pembangunan untuk sektor lainnya secara riil mengalami penurunan.
Implikasi dari pelaksanaan program jaring pengaman sosial yang disertai langkah penyesuaian untuk mempertajam prioritas alokasi dan peningkatan efisiensi anggaran pembangunan, pemerintah tidak dapat menghindari terjadinya defisit yang sangat besar, lebih kurang 8,5 persen terhadap PDB, dalam revisi APBN 1998/99. Hal ini disebabkan oleh karena penerimaan dalam negeri dalam kondisi kontraksi PDB serta menurunnya harga migas di pasar internasional sangat sulit untuk dapat ditingkatkan, walaupun sudah termasuk adanya divestasi dalam BUMN.
Pemerintah sangat menyadari bahwa defisit APBN sebesar 8,5 persen terhadap PDB tidak sustainable, itulah sebabnya akan diupayakan untuk menurunkannya minimal menjadi setengahnya pada tahun 1999/2000 dan mengembalikan anggaran menjadi berimbang dalam jangka waktu 3 tahun. Sehubungan dengan ini akan terus dikaji langkah-langkah untuk menetapkan pemberian subsidi yang lebih tepat dan pelaksanaan program lain dalam kerangka jaring pengaman sosial. Pemantauan dan evaluasi program penciptaan lapangan kerja serta program di bidang pendidikan dan kesehatan akan terus disempurnakan agar dapat dipastikan bahwa yang memperoleh manfaat terutama adalah penduduk miskin. Di samping itu peningkatan kinerja penerimaan negara dan manajemen pengeluaran negara akan merupakan unsur terpenting dalam upaya menekan defisit anggaran. Dalam kaitannya dengan upaya memperkuat manajemen pengeluaran, akan disusun kerangka prioritas dalam pengeluaran negara yang lebih jelas, persiapan penyusunan anggaran yang lebih efisien, kontrol manajemen kas, serta penyusunan laporan yang komprehensif, akurat dan tepat waktu.
Penerimaan negara dari perpajakan diupayakan untuk ditingkatkan dengan menghilangkan berbagai bentuk pengecualian terhadap pengenaan pajak pertambahan nilai; meningkatkan nilai jual objek pajak atas PBB (pajak bumi dan bangunan) sektor perkebunan dan kehutanan serta meningkatkan pendapatan pajak bukan migas melalui peningkatan cakupan audit tahunan, penyempurnaan program audit PPN dan peningkatan penerimaan tunggakan pajak. Sementara itu upaya meningkatkan penerimaan bukan pajak mencakup pengumpulan dana oleh pemerintah di luar anggaran serta meningkatkan kinerja BUMN dengan privatisasi dan peningkatan dalam manajemennya.

b. Penyehatan Sistem Perbankan
Untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, langkah-langkah mendasar dari kebijakan penyehatan dan restrukturisasi perbankan pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan pokok, yaitu:
1. Kebijakan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat guna mendukung
pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional melalui:
a. program peningkatan permodalan bank,
b. penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain, mencakup:
• perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Kuangan
dialihkan kepada Bank Indonesia.
• investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi
pemegang saham bank.
• rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi
hanya mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya.
c. penyempurnaan dan penegakkan ketentuan kehati-hatian, antara lain:
• Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital
Adequacy Ratio) sebesar 4% pada akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun
1999, dan 10% pada akhir tahun 2000, sebagaimana telah diumumkan
pemerintah pada bulan Juni 1998.
• Melakukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pemilik dan pengurus
bank yang terbukti telah melanggar ketentuan yang berlaku.
2. Kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan perbankan yang telah terjadi dengan
mempercepat pelaksanaan penyehatan perbankan.

Langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh dalam rangka mendukung pemulihan
ekonomi, membangun kembali sistem perbankan yang sehat, dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, antara lain, meliputi: 1) pemberian jaminan pembayaran kepada deposan dan kreditur; 2) pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk melakukan restrukturisasi bank-bank yang kurang atau tidak sehat; 3) melakukan due diligence terhadap bank-bank yang diambil alih pengelolaannya dan terhadap bank-bank lainnya; dan 4) menyusun RUU perbankan yang akan mengatur kembali ketentuan mengenai kerahasian bank, pengawasan, pemilikan investor asing, dan kedudukan BPPN serta bank sentral.
Dengan kebijaksanaan tersebut di atas diharapkan kinerja perbankan nasional menjadi
lebih sehat dan efisien sehingga terpercaya serta mampu menjadi bank yang dikelola secara profesional terutama dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut daya saing tinggi.

c. Restrukturisasi Hutang Luar Negeri
Hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank-bank yang besar telah menjadi penyebab terpenting terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Hutang-hutang tersebut dalam tahun 1998/1999 akan jatuh tempo dalam jumlah yang besar. Padahal melemahnya nilai tukar
rupiah yang terus berlanjut akan semakin memperburuk kondisi perekonomian nasional.
Oleh karena itu untuk mengurangi permintaan terhadap mata uang asing dan sekaligus
memberi kesempatan kepada para debitur untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, dalam kesepakatan Frankfrut tanggal 4 Juni 1998, telah disusun kerangka restrukturisasi hutang dunia usaha, skema penyelesaian hutang antar bank dan pengaturan tentang fasilitas pembiayaan perdagangan. Dalam kesepakatan tersebut para kreditur dan debitur secara sukarela dapat menyepakati jumlah hutang dan perubahan pinjaman menjadi equity, dan ada
persyaratan minimal masa pengembalian 8 tahun termasuk masa tenggang 3 tahun, maka dilihat dari upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, berarti restrukturisasi hutang swasta dan perbankan tersebut minimal dapat mengurangi permintaan valuta asing selama 3 tahun. Untuk mendorong penyelesaian hutang swasta telah diluncurkan Prakarsa Jakarta yang memungkinkan para kreditur dan debitur menyelesaikan hutang piutang di luar pengadilan niaga, yaitu melalui restrukturisasi modal perusahaan.
Restrukturisasi hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank di Indonesia serta penambahan dana luar negeri baik yang berasal dari CGI maupun tambahan dana dari IMF telah dapat meningkatkan sisi penyediaan valuta asing. Sebagai konsekuensi interaksi antara naiknya persediaan dengan turunnya permintaan valuta asing tersebut diharapkan dapat menguatkan nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya juga akan menurunkan laju inflasi. Untuk kepentingan itulah dan untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia maka pemerintah hingga saat ini masih mempertahankan kebijaksanaan lalulintas devisa dengan sistem devisa bebas. Sementara itu untuk mengurangi tekanan terhadap keuangan negara dan neraca pembayaran luar negeri, melalui Paris Club, Indonesia telah melakukan penjadwalan kembali hutang pemerintah untuk tahun 1998/1999 - 1999/2000. Dalam rangka itu pemerintah telah berhasil menunda pembayaran cicilan pokok sebesar US dollar 4,2 miliar.

d. Reformasi Struktural di Sektor Riil
Agar perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil mencakup: a) penghapusan berbagai praktek monopoli, b) deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang investasi, dan c) privatisasi BUMN.
Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya praktekpraktek monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi lemah. Kebijaksanaan penghapusan monopoli yang telah dan akan dilakukan, antara lain adalah: penghapusan monopoli yang dilakukan oleh Bulog dalam mengimpor dan penyaluran barang-barang kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng, gula pasir, terigu, dan jagung, sehingga Bulog hanya akan menyalurkan beras; penghapusan BPPC; penghapusan kegiatan usaha yang terintegrasi secara vertikal atau horizontal, monopoli produksi minyak pelumas oleh Pertamina dan lain-lain.
Dalam upaya menghapus monopoli tersebut pemerintah telah mengajukan ke DPR RUU tentang persaingan yang sehat. Dengan adanya penghapusan monopoli diharapkan ekonomi biaya tinggi bisa dihindarkan sehingga bisa meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Dengan hapusnya monopoli, masyarakat juga diuntungkan sebab akan memperoleh
barang dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah.
Dalam kaitannya dengan deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, antara lain, mencakup: a) mencabut peraturan yang membatasi kepemilikan investor asing sampai 49% dari perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar pada pasar modal; b) merevisi daftar negatif investasi dengan pengurangan jumlah bidang usaha yang tertutup bagi investor asing; c) mencabut pembatasan investasi asing dalam perkebunan kelapa sawit, dalam perdagangan eceran dan dalam perdagangan besar; d) mencabut ketentuan tataniaga yang bersifat restriktif untuk pemasaran semen, kertas dan kayu lapis; e) menghapus harga patokan semen (HPS); dan f) menerapkan perdagangan bebas lintas batas Dati I dan Dati II untuk semua komoditas termasuk cengkeh, kacang mete dan vanili dan mencabut kuota yang membatasi penjualan ternak.

e. Promosi Ekspor
Dalam situasi permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki daya saing dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan administrasi perpajakan.
Keengganan pembeli luar negeri untuk merencanakan pembelian terhadap produk industri manufaktur Indonesia, antara lain, disebabkan oleh kekhawatiran mereka atas ketidakmampuan para pengusaha Indonesia untuk dapat memenuhi pesanan tersebut tepat waktu. Hal ini erat kaitannya dengan permasalahan sosial politik yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Dengan demikian dalam upaya untuk mendorong ekspor, upaya terwujudnya stabilitas sosial politik sangatlah penting.
Kesepakatan Frankfurt akan berdampak positif bagi penyediaan bahan baku impor yang dibutuhkan untuk memperlancar kegiatan produksi yang berorientasi ekspor. Selain itu mulai bulan Juli 1998 Bank Indonesia mengadakan program jaminan pre-shipment kepada eksportir yang sudah memperoleh L/C dari luar negeri untuk memperlancar impor bahan baku yang diperlukan dan untuk pembiayaan ekspor pre-shipment. Sementara itu untuk memperoleh modal kerja kebijaksanaan yang ditetapkan ada kaitannya dengan restrukturisasi dunia perbankan, dunia usaha, dan restrukturisasi pinjaman dunia usaha terh
Read more ...